Budapest, CNN Indonesia -- Ratusan imigran berdemonstrasi di luar stasiun kereta Eastern Railway Terminus di Budapest, Hungaria pada Selasa (1/9) dan menuntut diizinkan melakukan perjalanan ke Jerman.
Dilaporkan Reuters, sekitar 1.000 imigran melambaikan tiket kereta sembari berteriak "Jerman! Jerman!" di luar stasiun. Tak lama berselang, para imigran kemudian duduk dan menatap miris ke arah blokade polisi di pintu masuk.
"Tolong, kami juga manusia," bunyi tulisan dalam bahasa Jerman di papan protes yang diacungkan oleh seorang bocah yang termasuk dalam kelompok pengunjuk rasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tsunami pengungsi di Eropa tahun ini disebut sebagai yang terburuk setelah perang Balkan pada dekade 1990-an. Gelombang pengungsi membuat kisruh Uni Eropa yang tidak siap dan tak punya mekanisme untuk mengatasi kedatangan ratusan ribu imigran yang melarikan diri dari konflik dan kemiskinan di negara asal mereka.
Hingga saat ini, Jerman menjadi negara penerima pengungsi terbesar, diperkirakan akan menerima hingga 800 ribu pengungsi tahun ini. Jerman mengutamakan pengungsi yang melarikan diri dari Suriah dan mengabaikan peraturan Uni Eropa yang menyebutkan bahwa pencari suaka harus mengajukan suaka di negara pertama yang mereka capai.
 Hungaria, Yunani, Austria, Italia, yang hanya menjadi negara transit imigran, mengatakan mereka tak punya kapasitas untuk menangani imigran dalam jumlah besar. (Reuters/Laszlo Balogh) |
Akibatnya, para imigran berbondong-bondong menaiki kereta dari Austria dan Hungaria menuju Munich dan Rosenheim sejak beberapa hari lalu. Pasca kejadian itu, Jerman menyatakan bahwa peraturan Uni Eropa tersebut harus ditegakkan.
Para pengungsi yang berhasil selamat mencapai tanah Eropa cenderung berupaya mencari suaka di negara-negara Eropa kaya di wilayah utara dan barat. Gelombang imigran ini secara ilegal melintasi blok Eropa tanpa kontrol perbatasan internal untuk menghentikan mereka.
Hungaria menjadi salah satu negara transit bagi para migran yang telah melewati Balkan menuju Uni Eropa.
Petugas setempat menutup stasiun kereta api Budapest pada Selasa (1/9), lalu membuka kembali tetapi melarang imigran masuk. Keputusan itu berkebalikan dengan insiden yang terjadi hari Senin (31/8) ketika pertugas membiarkan ratusan imigran tanpa dokumen menumpangi kereta api menuju Jerman.
Ke mana kami harus pergi?Juru bicara pemerintah Hungaria, Zoltan Kovacs menyatakan penutupan tersebut merupakan upaya menegakkan hukum Uni Eropa. Namun, peraturan UE itu sepertinya sulit ditegakkan ketika sekitar 2.000 imigran rela berkemah di alun-alun di sebelah stasiun di bawah sengatan matahari dengan temperatur 40 derajat Celcius.
"Kami ada ribuan di sini, ke mana kami harus pergi?" kata Marah, seorang wanita berusia 20 tahun asal Aleppo, Suriah, sembari menambahkan bahwa keluarganya telah membeli tiket kereta menuju Wina.
Hukum Uni Eropa, yang dikenal sebagai "Aturan Dublin", mengharuskan pencari suaka untuk mengajukan suaka di negara pertama yang dicapai para imiran. Mereka diharapkan tinggal di negara tersebut selama proses pengajuan suaka.
Gelombang imigran ke negara-negara Eropa kaya juga didorong oleh tidak adanya kontrol perbatasan di antara 26 negara anggota Uni Eropa.
Sementara, Italia, Yunani dan Hungaria, yang kerap hanya menjadi negara transit para imigran, menyatakan mereka tidak memiliki kapasitas untuk memproses pengajuan suaka yang sangat banyak.
Bulan lalu, Jerman membolehklan pengungsi asal Suriah untuk mengajukan suaka di negara ini dan berjanji mereka tidak akan dikembalikan ke negara Eropa yang pertama kali mereka capai.
"Keputusan ini, didorong oleh pertimbangan praktis, untuk tidak mengirimkan kembali pencari suaka Suriah ke negara anggota Uni Eropa lainnya, menggarisbawahi tanggung jawab kemanusiaan Jerman untuk pengungsi," bunyi pernyataan dari juru bicara Kementerian Dalam Negeri Jerman.
"Jerman tidak mengabaikan Aturan Dublin. Aturan Dublin masih berlaku dan kami berharap negara-negara anggota Eropa tetap menerapkan aturan itu," bunyi pernyataan tersebut.
Sementara, para pemimpin Eropa menyatakan negara-negara anggota Uni Eropa harus berbagi beban gelombang pengungsi.
"Bagi pengungsi yang teraniaya atau melarikan diri dari perang, harus ada distribusi yang adil di Eropa berdasarkan kekuatan ekonomi, produktivitas dan ukuran masing-masing negara," kata Kanselir Jerman, Angela Merkel dalam konferensi pers bersama di Berlin dengan Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy.
Menteri Ketenagakerjaan Jerman, Andrea Nahles menyatakan gelombang imigran ini membuat Jerman harus menanggung 240 ribu hingga 460 ribu pencari suaka yang berhak atas jaminan sosial tahun depan, dan membuat Jerman harus menambah anggaran sebesar 3,3 miliar Euro, atau sekitar Rp51,8 triliun.
(ama/stu)