Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika Singapura masih dirundung duka setelah kepergian Lee Kuan Yew, seorang anak berusia 16 tahun, Amos Yee, menggemparkan dunia maya dengan mengunggah video berisi kritik terhadap sang bapak bangsa.
Diberi judul "Lee Kuan Yew Is Finally Dead", Amos melontarkan kritik pedas terhadap pemerintahan Lee yang dipandang sangat demokratis oleh dunia, tapi sebenarnya membungkam warga.
Berbicara langsung ke arah kamera, Amos berkata, "Karena semua orang takut. Semua orang takut jika mengatakan hal semacam itu (kritik), mereka mungkin akan terjerumus dalam masalah dan itu merupakan dampak utama dari warisan Lee Kuan Yew."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam video yang diunggah pada Maret lalu ini, Amos juga menyebut Lee sebagai diktator dan membandingkannya dengan Yesus.
Amos sebenarnya menyadari ganjaran dari perbuatannya ini. Ia pun mendekam di balik jeruji besi selama 53 hari dan dibebaskan pada Juli lalu.
Namun, Amos mengaku hukuman tersebut setimpal dengan dampak bagi masyarakat Singapura.
"Saya pikir, saya merasa akan mendapatkan masalah, tapi saya rasa ini sepadan karena saya pikir, kualitas dari konten tersebut cukup untuk membuat saya mengambil risiko tersebut," ucap Amos dalam wawancara khusus dengan CNN di apartemen keluarganya, tak lama setelah ia dibebaskan.
Jeruji besi pun tak bisa memenjarakan pikiran Amos yang memberontak. Tak lama setelah ia dibebaskan, Amos kembali mengunggah video baru yang melawan balik semua kritik banyak pihak terhadapnya.
[Gambas:Youtube]Ketika ditanyakan apakah ia takut kembali diadili, Amos menjawab, "Ya, tentu saya lebih suka di luar (tahanan). Namun, saya rasa, saya adalah orang yang harus melompati batas tersebut sehingga orang lain dapat berbicara dan berdiskusi mengenai hal-hal ini secara jujur. Itu sangat penting."
Merujuk pada data World Press Freedom Index, Singapura memang menempati posisi 153 dari 180 negara. Namun, kemunculan video Amos ini juga mendapatkan pendapat beragam dari masyarakat dan pemerintah.
Meskipun kebanyakan orang menganggap video tersebut sangat keras, seorang dekan di Lee Kuan Yew School of Public Policy, Kishore Mahbubani, justru menanggapi santai.
"Sangat normal bagi anak muda untuk menulis artikel kritik. Saya pikir, kami harus memperlakukan Amos sebagai anak berusia 16 tahun pada umumnya dan lihat apa yang akan ia lakukan ketika dewasa," katanya.
Amos pun menyadari banyak orang menganggap apa yang ia lakukan sekadar lelucon.
"Ada yang berpikir itu hanya lelucon. Maksud saya, karena Anda dapat melihat konten saya memiliki nilai komedi sangat tinggi, mungkin saya terlihat seperti membuat candaan dan hiburan, itu yang terlihat. Saya sudah memiliki banyak pengalaman dan belajar banyak hal, jadi ini sebenarnya adalah kendaraan saya," tutur Amos.
(stu)