Tokyo, CNN Indonesia -- Kelompok oposisi di parlemen Jepang berusaha mencegah pemungutan suara RUU keamanan yang mengijinkan tentara negara itu kembali bisa bertempur di luar negeri sejak Perang Dunia II berakhir.
RUU ini adalah bagian dari agenda Perdana Menteri Shinzo Abe untuk mengendurkan batasan yang ditetapkan dalam UUD antiperang dan dianggap penting dalam menghadapi tantangan dari negara lain seperti China.
Perubahan kebijakan ini memicu masyarat Jepang melakukan aksi protes besar-besaran dan menurunkan tingkat popularitas perdana menteri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penentang RUU ini menyatakan langkah tersebut melanggar UUD dan khawatir akan melibatkan Jepang dalam konflik yang dipimpin oleh AS.
Teriakan-teriakan keberatan dari anggota partai oposisi di parlemen yang bertekad menghalangi RUU ini sebelum masa reses pada 27 September, menunda sidang majelis tinggi yang perlu meloloskannya sebelum dilempar ke parlemen untuk diundangkan.
Sehari sebelum debat di majelis tinggi yang berlangsung pada Kamis (17/9), ribuan pengunjuk rasa melakukan aksi protes di dekat gedung parlemen dengan berteriak “Tolak RUU perang” dan “Abe mundur”.
Aksi mereka kembali berlangsung pada Kamis ini.
Media mengatakan seorang pejabat partai yang berkuasa mengancam akan mengirim kembali RUU ke majelis rendah, yang telah meloloskannya dan memiliki hak untuk mengundangkannya dengan duapertiga suara mayoritas jika majelis tinggi gagal melakukannya.
Revisi legal yang dibuat antara lain adalah mengakhiri larangan membela negara sahabat yang diserang, atau membela diri secara kolektif ketika Jepang menghadapi ancaman.
Langkah ini memperluas cakupan dalam memberi dukungan bagi militer AS dan negara lain, serta partisipasi dalam misi menjaga perdamaian.
Washington yang merupakan sekutu dekat Jepang dan sejumlah negara Asia Tenggara yang khawatir dengan tindakan China dalam perselisihan Laut Cina Selatan, mendukung langkah Jepang tersebug.
Perubahan ini akan tetap membatasi Jepang dalam operasi militer di luar negeri akibat hukum dan juga pandangan antiperang warga yang sangat kuat.
“Kondisi yang diterapkan dalam RUU dan selama perdebatan semakin memperjelas bahwa akan ada batasan terkait langkah yang bisa dilakukan Jepang dan juga waktunya,” ujar Richard Samuels, direktur program Jepang di Institut Teknologi Massachusetss.
“RUU ini melonggarkan beberapa pembatasan terkait sejumlah perilaku militer, tetapi syaratnya sangat ketat.”
Abe bertekad untuk melanjutkan perubahan yang tidak populer ini meski jajak pendapat memperlihatkan sebagian besar masyarakat ingin penjelasan lebih dalam terkait alasan perlu ada perubahan UUD ini.
(yns)