Hadapi ISIS, Irak Kerja Sama dengan Rusia, Suriah dan Iran

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Minggu, 27 Sep 2015 11:33 WIB
Militer Irak mengumumkan kerja sama intelijen dan militer dengan Rusia, Iran dan Suriah untuk melawan ancaman kelompok militan ISIS di Baghdad.
Irak mengumumkan kerja sama intelijen dan militer dengan Rusia, Iran dan Suriah untuk melawan ancaman kelompok militan ISIS di ibu kota Baghdad. (Reuters/Alaa Al-Marjani)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komando operasi gabungan militer Irak mengumumkan pada Sabtu (26/9) bahwa para pejabat militernya terlibat dalam kerja sama intelijen dan militer dengan Rusia, Iran dan Suriah untuk melawan ancaman dari kelompok militan ISIS di ibu kota Baghdad.

Dilaporkan Reuters, Irak menyatakan bahwa kerja sama itu terjadi "menyusul meningkatnya kekhawatiran Rusia soal ribuan warganya yang memutuskan bergabung bersama Daesh," atau sebutan untuk ISIS.

Kerja sama ini dinilai dapat memberikan keleluasaan bagi Moskow untuk menyebarkan pengaruhnya di kawasan Timur Tengah. Beberapa pekan terkahir, Rusia dikabarkan meningkatkan keterlibatan militernya di Suriah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, Damaskus juga meminta diikutsertakan dalam upaya internasional untuk memerangi ISIS. Permintaan ini ditolak Washington.

Kerja sama ini juga dinilai akan mendapat tanggapan dingin dari Washington yang tengah menerapkan sejumlah sangsi terhadap Moskow akibat pencaplokan Krimea dan peran Rusia dalam upaya pemberontakan di Ukraina timur.

Selain itu, Iran juga dinilai akan meningkatkan pengaruhnya melalui sekutu milisi Syiah di Irak, terutama ketika AS sudah menarik pasukannya dari Irak.

Para pejabat Barat menyatakan bahwa Menteri Luar Negeri AS, John Kerry ingin meluncurkan upaya baru pada Sidang Umum PBB pekan ini untuk menemukan solusi politik bagi konflik empat tahun di Suriah.

Solusi politik dinilai penting dalam menanggapi meningkatnya keterlibatan militer Rusia di Suriah dan membanjirnya pengungsi Suriah di Eropa beberapa bulan terakhir.

Sementara, Presiden AS, Barack Obama dinilai kurang tegas terhadap konflik Suriah. Pakar menilai kurang jelasnya kebijakan Amerika terkait konflik di Irak dan Suriah, memberikan kesempatan bagi ISIS untuk memperluas [pengaruhnya.

Kantor berita Rusia, Interfax mengutip seorang sumber diplomatik militer di Moskow yang menyatakan bahwa pusat koordinasi Baghdad akan dipimpin secara bergilir oleh petugas dari empat negara tersebut, dimulai dari Irak.

Sumber yang enggan disebutkan namanya itu menambahkan terdapat kemungkinan sebuah komite dibuat di Baghdad untuk merencanakan operasi militer dan mengendalikan unit angkatan bersenjata dalam memerangi ISIS.

Sementara, seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan kepada Interfax pada Jumat (25/9) bahwa Moskow bisa "secara teoritis" bergabung dengan koalisi serangan udara pimpinan AS melawan ISIS hanya jika Damaskus termasuk koalisi tersebut, dan setiap operasi militer internasional di Suriah memiliki mandat PBB.

Para pejabat Irak pada Jumat membantah laporan adanya sel koordinasi di Baghdad yang didirikan oleh komandan militer Rusia, Suriah dan Iran yang bertujuan untuk bekerja dengan milisi Syiah yang didukung oleh Iran di Irak.

Unit kelompok bersenjata Irak, yang telah berjuang bersama pasukan yang setia kepada Presiden Suriah, Bashar al-Assad, dilihat sebagai senjata penting dalam perang Baghdad melawan kelompok militan ISIS.

Meski demikian, Menteri Luar Negeri Irak, Ibrahim al-Jaafari mengatakan pada Jumat (25/9) bahwa negaranya tidak menerima penasihat militer dari Rusia untuk membantu pasukannya melawan ISIS.

Selain itu, Irak juga menyerukan agar koalisi serangan udara pimpinan AS meluncurkan serangan ke lebih banyak markas ISIS di Irak

Meskipun diberi bantuan  kemanusian dan pelatihan dari AS senilai lebih dari $20 miliar, tentara Irak hampir dua kali kalah dalam menghadapi perebutan wilayah dengan ISIS. (ama/ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER