New York, CNN Indonesia -- Presiden Mahmoud Abbas menyampaikan pidato yang mengejutkan di sidang Majelis Umum PBB, Rabu (30/9). Dia mengatakan bahwa Perjanjian Oslo sudah tidak relevan lagi karena Israel terus menerus melanggar kesepakatan itu.
Dalam pidatonya, Abbas mengatakan Israel sebagai penandatangan perjanjian Oslo tetap bertindak sebagai negara penjajah yang menduduki Palestina, dibuktikan dengan terus dibangunnya permukiman Yahudi di Tepi Barat dan tindakan agresif militer Israel terhadap warga Palestina.
Padahal, dalam perjanjian yang melandasi berbagai perundingan damai yang berujung kegagalan, ini menyatakan tegas komitmen Israel dalam mewujudkan negara Palestina merdeka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan ini kami mengumumkan tidak bisa lagi melanjutkan ikatan dengan perjanjian ini (Perjanjian Oslo) dan Israel harus melanjutkan seluruh tanggung jawabnya sebagai negara penjajah, karena status quo tidak bisa lagi dilanjutkan," kata Abbas, dikutip CNN.
Perjanjian Oslo adalah serangkaian perundingan damai antara Israel dan Palestina yang ditandatangani pada tahun 1990-an, dan menjadi landasan rencana pembentukan Solusi Dua-Negara.
Perundingan yang dimulai dengan pembicaraan rahasia tahun 1992 dan 1993 ini awalnya merencanakan masa transisi selama lima tahun bagi Palestina untuk menguasai wilayah terbatas di Jalur Gaza dan sebagian Tepi Barat. Israel sementara itu masih akan mengendalikan keamanan.
Tahun 1999, kedua negara rencananya akan menegosiasikan finalisasi perjanjian damai untuk pembentukan negara Palestina merdeka. Pemerintah Palestina yang saat itu dipimpin Yasser Arafat menginginkan wilayah Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur, tanah yang dicaplok Israel pada Perang 1967.
Perundingan itu gagal total, dilanjutkan oleh berlangsungnya gerakan Intifada jilid dua yang diwarnai penyerangan, pengeboman dan kerusuhan, terutama di Yerusalem.
Pada 2007, rival politik Abbas, Hamas, menguasai Gaza. Upaya negosiasi perundingan damai sejak saat itu selalu gagal. Pemerintah Palestina menyalahkan Israel yang selalu memprovokasi dengan membangun permukiman Yahudi di wilayah warga Palestina di Tepi Gaza dan Yerusalem.
Pemerintahan Abbas hanya menguasai 38 persen dari Tepi Barat. Sisanya berada di tangan Israel yang juga menduduki Yerusalem Timur, sementara Gaza dikendalikan Hamas.
 Presiden Mahmoud Abbas berpidato di mimbar PBB, mengatakan Perjanjian Oslo sudah tidak relevan. (Reuters/Carlo Allegri) |
Israel terus memperluas wilayah pendudukan di Palestina. Sejak Perjanjian Oslo ditandatangani, jumlah pemukim Yahudi meningkat dua kali lipat, dari 231 ribu menjadi 570 ribu.
Di Tepi Barat, pemerintah Abbas adalah pemberi gaji terbesar untuk ratusan ribu rakyatnya. Dengan perekonomian yang buruk, usaha di Tepi Barat kembang kempis. Pembatasan ekonomi oleh Israel membuat Palestina sesak nafas.
Abbas mengatakan, perluasan permukiman Israel dan penyerangan militer ke wilayah Palestina merupakan pelanggaran Perjanjian Oslo, yang salah satunya mencakup komitmen untuk tidak merusak laju perundingan berikutnya.
Abbas dalam pidatonya mengatakan negosiasi demi negosiasi dengan Israel hanya membuang waktu saja. Karena kenyataannya, Israel tetap menjadi negara penjajah dan Palestina terjajah. Tidak ada itikad baik Israel untuk melepaskan Palestina yang kini hancur perekonomiannya.
"Tidak berguna lagi menghabiskan waktu untuk negosiasi demi menentukan negosiasi lain. Apa yang diperlukan adalah memobilisasi upaya internasional untuk mengawasi berakhirnya pendudukan sesuai dengan resolusi legitimasi internasional. Sementara itu, saya menyerukan PBB untuk memberikan perlindungan internasional bagi rakyat Palestina sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional," ujar Abbas dalam pidatonya.
Manuver putus asa?Ada konsekuensi besar yang harus dilakukan Palestina jika mereka membatalkan perjanjian Oslo. Abbas harus membubarkan pemerintahannya dan menyerahkan "kunci" Palestina terhadap Israel.
Jika demikian, Israel sebagai negara yang menduduki Palestina harus bertanggung jawab terhadap perekonomian dan hajat hidup ratusan ribu warganya, termasuk kesehatan dan pendidikan warganya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa pidato Abbas sangat provokatif dan "mengundang kemarahan serta keadaan tanpa hukum di Timur Tengah."
 Bendera Palestina sebagai negara pengamat nonanggota PBB berkibar setelah pemungutan suara di PBB pada 10 September lalu. (Reuters/Andrew Kelly) |
"Faktanya, dia melakukannya lagi dan lagi, menolak perjanjian ini adalah bukti paling kuat yang menunjukkan bahwa dia tidak berniat mencapai perjanjian damai," kata Netanyahu dalam pernyataannya yang disampaikan kantor perdana menteri Israel.
Kendati Palestina membatalkan perjanjian Oslo, namun Netanyahu menyatakan tetap akan "menegakkan satus quo di Temple Mount dan berkomitmen terus melakukannya sesuai perjanjian."
Keseriusan Abbas dalam pidato tersebut masih pertanyaan besar. Pasalnya Abbas sama sekali tidak memberikan rincian langkah-langkah Palestina selanjutnya dalam menganulir Perjanjian Oslo.
Namun Mustafa Barghouti, anggota Dewan Pusat Organisasi Pembebasan Palestina, PLO, mengatakan bahwa semua bentuk koordinasi keamanan antara Palestina dan Israel telah dibatalkan. Palestina mulai saat ini akan melakukan perlawanan tanpa kekerasan sembari menyerukan sanksi internasional bagi Israel.
Berbagai media Barat mengatakan bahwa Abbas kembali melakukan retorikanya yang tidak akan pernah menjadi konkret. Selain tidak adanya tenggat waktu pelaksanaan, Palestina juga tidak menyiratkan memiliki rencana terhadap apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.
Sementara pengamat menuturkan bahwa ini adalah manuver putus asa Abbas yang merasa negara Palestina tidak akan pernah terwujud selagi pemerintah Israel sayap-kanan pimpinan Netanyahu masih memimpin.
Sentimen yang sama juga dirasakan oleh sebagian rakyat Palestina. Survei lembaga Palestinian Centre for Policy and Survey Research menunjukkan bahwa 51 persen warga Palestina tidak yakin Solusi Dua-Negara akan terwujud, sementara 61 warga menyatakan Palestina tidak akan bisa hidup berdampingan dengan Israel yang terus menerus membangun permukiman yang mengikis wilayah Tepi Barat.
"Sekarang, dengan pemerintahan sayap-kanan Israel keras mencengkeram dan tidak ada keterlibatan yang serius dari komunitas internasional untuk membendung ambisi perluasan Israel, Palestina paham bahwa proyek negara merdeka telah gagal total, dan yang terburuk adalah berlanjutnya kolonialisme Israel di wilayah Palestina," kata Youseff Munayeer, pengamat di lembata Arab Center of Washington dan direktur eksekutif U.S. Campaign to End the Israeli Occupation.
(stu)