Jakarta, CNN Indonesia -- Tak berapa lama setelah pemerintah Afghanistan mengumumkan bahwa tentara negara berhasil merebut kembali Kota Kunduz dari Taliban, kelompok militan itu menampik klaim tersebut. Menurut mereka juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, pertempuran masih terus berlanjut.
"Klaim musuh mengenai situasi di Kunduz tidak benar. Mujahidin (pejuang Taliban) masih bertahan di lingkaran keamanan kota (Kunduz). Pasukan Amerika juga terlibat dalam pertarungan ini, tapi kami masih bertahan," ujar Mujahid.
Pernyataan ini menyanggah klaim pemerintah Afghanistan yang pagi ini mengatakan bahwa pasukan negara sudah berhasil merebut kembali Kunduz setelah pertarungan sengit semalaman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasukan keamanan Afghanistan mengambil kontrol Kota Kunduz dari Taliban setelah pertarungan hebat semalam," ujar Gubernur Kunduz, Hamdullah Danishi, kepada Reuters.
Melalui kicauan di akun Twitter pribadinya, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan, Sediq Sediqqi, juga mengonfirmasi kemenangan besar ini.
"Sudah direbut kembali dan dibersihan dari teroris. Kerusakan besar di pihak musuh," kicaunya.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Afghanistan, Dawlat Waziri, mengatakan bahwa setidaknya 150 pasukan Taliban tewas dan 90 lainnya terluka dalam baku hantam ini. Proses pembersihan lokasi pun sedang berlangsung.
Perebutan kembali wilayah Kunduz ini menjadi hal penting bagi Afghanistan. Pasalnya, direbutnya ibu kota provinsi besar di Afghanistan oleh Taliban pada Senin (28/9) ini dinilai merupakan kemenangan besar bagi kelompok militan tersebut sejak 2001.
Selama dua hari, pasukan Afghanistan yang didukung oleh Amerika Serikat bertarung habis-habisan demi merebut kembali Kunduz. Hingga Rabu, AS melancarkan lima serangan udara untuk menggempur Taliban.
Kepala Eksekutif Afghanistan, Abdullah Abdullah, menyatakan bahwa mereka membutuhkan lebih banyak bantuan luar negeri untuk merebut kembali Kunduz.
Di sela sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat, Abdullah mengatakan bahwa ia sangat berharap Kunduz dapat direbut kembali. Namun, Afghanistan membutuhkan lebih banyak dukungan dari pasukan luar negeri.
"Di saat yang sama, kebutuhan untuk menjaring dukungan berkelanjutan bagi Afghanistan juga sangat dibutuhkan," kata Abdullah.
Diberitakan Reuters, Presiden AS, Barack Obama, pada Mei lalu memutuskan bahwa pada akhir 2015, pasukan Amerika di Afghanistan akan dipangkas setengah hingga hanya tersisa 10 ribu personel. Mereka pun hanya berbasis di ibu kota Afghanistan, Kabul, dan pangkalan udara besar di dekatnya, Bagram.
Pada 2016, AS bahkan berencana untuk menyisakan hanya ratusan personel militer yang ditugaskan menjaga kantor perwakilan dan kepentingan lainnya.
Abdullah mengatakan bahwa keputusan untuk mengurangi jumlah personel di Afghanistan merupakan hak AS.
Lebih jauh, Abdullah menggarisbawahi pentingnya kesadaran Pakistan untuk berhenti melindungi Taliban.
"Saya dapat mengatakan bahwa tanpa dukungan yang diterima Taliban di Pakistan, militernya, situasi keamanan akan berbeda. Ini adalah isu penting," katanya.
(stu/stu)