Jakarta, CNN Indonesia -- Pihak berwenang Pakistan terpaksa menunda proses eksekusi mati seorang narapidana lumpuh, Abdul Basit, lantaran tidak mengerti bagaimana harus menggantungnya, tepat satu jam sebelum jadwal yang ditentukan pada Selasa (22/9).
Seperti dilansir Reuters, dalam panduan eksekusi mati di hukum Pakistan, seorang terpidana harus berjalan sendiri ke arah tiang gantung.
CNN melaporkan bahwa regulasi Pakistan juga mengharuskan terpidana untuk berdiri sehingga panjang tali dapat diukur. Jika tali terlalu pendek, kepala dapat terpisah dari badan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika hakim sampai di tempat penggantungan, mereka mencoba menyuruh ia (Basit) berdiri di dekat tiang. Itu tidak mungkin jadi hakim menunda penggantungan," ujar juru bicara kelompok advokasi Justice Project Pakistan, Wassam Waheed.
Basit dijatuhi hukuman mati setelah dinyatakan bersalah atas tuduhan pembunuhan pada 2009 lalu. Namun, ia selalu mengelak dari tuntutan tersebut.
Saat di tahanan, Basit mulai lumpuh lantaran pengobatan meningitis yang tak tepat.
Akhirnya, pengadilan menetapkan proses eksekusi pada Senin (21/9).
Eksekusi mati Basit ini cukup menyita perhatian publik. Pasalnya, ini merupakan bagian dari rangkaian pertama pemberlakuan kembali regulasi hukuman mati di Pakistan.
Rangkaian eksekusi dimulai kembali oleh Pakistan setelah membatalkan moratorium eksekusi mati pada Desember lalu sebagai upaya perlawanan terhadap kaum militan setelah Taliban membunuh 130 siswa di sekolah militer di Peshawar.
Sejak saat itu, 239 orang dihukum gantung meskipun tak berkaitan dengan masalah terorisme. Kebanyakan narapidana dinyatakan bersalah atas tuduhan pembunuhan.
Namun, banyak keluarga terpidana yang mengklaim bahwa tuduhan tersebut salah dan mereka terlalu miskin untuk menyewa pengacara andal maupun membayar suap.
Kepolisian Pakistan memang dikenal sangat jarang menggunakan bukti untuk mengungkap sebuah kasus. Mereka lebih bersandar pada pernyataan oral yang sangat mudah dimanipulasi.
(stu)