Jakarta, CNN Indonesia -- Australia mengaku tengah mencari negara lain untuk menampung pengungsi, setelah hanya bisa mengirim empat orang ke Kamboja dengan imbalan dana bantuan.
Di bawah kebijakan yang keras selama beberapa tahun ini, pemerintah Canberra telah menolak menerima para pencari suaka yang datang dengan kapal tidak resmi. Australia mengirim para pencari suaka itu ke Nauru dan Pulau Manus di Papua Nugini.
Mereka yang ditampung di Pulau Manus dapat tetap tinggal di wilayah negara Papua Nugini, sementara mereka yang ada di Nauru dapat memilih untuk pindah ke Kamboja. Namun, sejauh ini, hanya empat orang yang setuju untuk dipindahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir Channel Newsasia, Selasa (6/10), Kamboja sepakat menerima tamu yang tak diinginkan Australia itu berkat dana bantuan sebesar AU$4juta yang akan disalurkan selama empat tahun ke depan. Kesepakatan ini dikecam oleh kelompok-kelompok HAM, serta dipertanyakan oleh PBB.
"Kami terus bekerja -- dan telah bekerja dalam waktu lama -- demi opsi bilateral lainnya," Menteri Keimigrasian Australia, Peter Dutton, menerangkan kepada radio lokal ABC. Ia tak merinci negara-negara mana yang tengah dipertimbangkan.
"Kami sedang membicarakan itu dan bernegosiasi dengan mitra-mitra kami saat ini," tambahnya. "Kami ingin memastikan bahwa kami dapat membantu menemukan aturan yang tepat jika mereka enggan kembali ke negara asalnya."
Senin kemarin, Nauru mengatakan wilayahnya akan jadi "pusat penampungan terbuka", sehingga para pengungsi dapat bergerak bebas di dalam negara berpenghuni 10 ribu orang itu.
Saat ini, Nauru menaungi lebih dari 600 pengungsi yang aplikasi suakanya belum dikabulkan. Senin kemarin, Nauru juga berjanji memproses seluruh klaim aplikasi itu dalam satu minggu ini.
Kekhawatiran di NauruKuasa hukum pengungsi, yang menuding pemerkosaan dan kasus kekerasan lainnya telah terjadi di Nauru, menyambut baik janji pemerintah untuk menjadikan pulau itu pusat penampungan terbuka. Namun bagi mereka, Nauru gagal menyelesaikan masalah yang muncul akibat tinggalnya pengungsi di pulau sekecil itu tanpa tenggat waktu yang jelas.
Amnesty Internasional mengatakan, mereka berharap keputusan Nauru dapat mengurangi stres dan kekerasan yang dialami para pengungsi.
"Dengan hanya berbekal visa perlindungan lima tahun oleh Nauru, dan tanpa bantuan untuk mencari negara lain yang aman, pengungsi di Nauru tidak punya bayangan apapun tentang masa depannya," kata Amnesty dalam pernyataannya.
Masih menurut kelompok pembela HAM ini, bila persoalan keamanan dan kesehatan para pengungsi masih berlanjut, pusat penampungan itu mesti ditutup secara permanen, dan seluruh penghuninya direlokasi ke Australia.
Nauru mengklaim, para pencari suaka di pulau itu tidak mengalami bahaya fisik apa pun. Cerita-cerita penyerangan dan kekerasan yang beredar disebut "sangat terkait dengan agenda politik dan hendak mempengaruhi pemerintah Australia".
"Tidak ada peristiwa penembakan di Nauru, tidak ada yang menderita akibat kekerasan, dan polisi kami tidak perlu dipersenjatai, jadi mari melihat lebih jernih dalam persoalan ini," ujar Menteri Kehakiman Australia, David Adeang.
(den)