Kota Israel Larang Buruh Arab Bekerja di Sekolah

Reuters | CNN Indonesia
Minggu, 18 Okt 2015 23:46 WIB
Pemerintah sejumlah kota Israel mengeluarkan larangan tenaga kerja Arab memasuki sekolah-sekolah karena kekhawatiran masyarakat akan aksi warga Palestina.
Aksi perlawanan di jalan-jalan oleh kaum muda Palestina membuat warga Israel ketakutan. (Reuters/Ibraheem Abu Mustafa)
Tel Aviv, CNN Indonesia -- Setidaknya empat kota Israel, termasuk ibukota Tel Aviv, melarang tenaga kerja Arab di sekolah-sekolah akibat tidak mampu mengatasi ketakutan masyarakat yang dipicu oleh aksi perlawanan warga Palestina di jalan-jalan.

Kementerian Dalam Negeri Israel, yang membawahi pemerintah kota, menolak memberi komentar atas keputusan yang dikecam oleh partai yang mewakili warga minoritas Arab karena dianggap rasis.

Kabinet Israel juga menerapkan langkah keamanan yang lebih ketat pada Minggu (18/10) setelah terjadi lagi aksi penusukan oleh warga Palestina pada Sabtu, dengan memperluas kekuasaan polisi untuk menghentikan dan memeriksa sehingga mereka bisa memeriksa setiap orang di jalan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebanyak 41 warga Palestina dan tujuh warga Israel tewas dalam kekerasan di jalanan baru-baru ini. Kekerasan itu sebagian dipicu oleh kemarahan warga Palestina atas perilaku yang dianggap sebagai upaya kaum Yahudi untuk lebih berkuasa di kompleks masjid al-Aqsa.

“Kami mempertahankan status quo, dan kami akan terus menerapkannya,” kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahi dalam pidato di hadapan kabinet, Minggu. Dia merujuk pada kompleks yang juga dianggap suci oleh kaum Yahudi karena merupakan lokasi dari dua kuil dalam kitab suci yang telah hancur.

Netanyahu akan bertemu Menlu AS John Kerry di Jerman dalam beberapa minggu ini sebagai bagian dari upaya Washington untuk mengembalikan ketenangan.

Korban tewas dari warga Palestina meliputi pelaku penusukan dengan pisau dan pengunjuk rasa yang ditembak oleh pasukan keamanan Israel ketika terjadi aksi demonstrasi dengan kekerasan.

Warga Israel tewas dalam serangan acak di jalanan atau dalam bus, dan karena para orangtua meminta aksi cepat dalam menjaga sekolah sejumlah pemerintah kota menambah penjaga bersenjata di pintu masuk, dan polisi meningkatkan patroli.

Dengan alasan keamanan, Tel Aviv dan kota Rehovot serta Hod Hasharon menghindari penggunaan kata “Arab” ketika mengumumkan di laman mereka dan email kepada warga bahwa pekerja pemeliharaan dan kebersihan - yang sebagian adalah warga Arab - tidak akan diijinkan masuk ke sekolah.

“Anggota Minoritas”

Kota lain, Modiin-Maccabim-Reut, yang terletak di antara Tel Aviv dan Yerusalem, mengatakan “anggota minoritas” - istilah yang digunakan oleh kaum Yahudi di Israel untuk warga Arab di negara itu, akan dilarang bekerja di sekolah-sekolah.

Dov Khenin, anggota parlemen dari Joint Arab List, partai Arab terbesar, mengatakan kepada Radio Israel bahwa “dengan berlindung pada rasa khawatir, langkah-langkah pengecualian berdasarkan ras ini dikedepankan”.

Juru bicara Tel Aviv dan Rehovot menegaskan larangan itu berlaku bagi warga Yahudi dan Arab. Tetapi Doron Milberg, direktur jenderal pemerintah kota Rehovot mengakui bahwa warga Arab yang akan paling terkena langkah itu karena “mereka yang bekerja di sektor bangunan… adalah kaum minoritas”.

Dua orang yang diduga melakukan serangan pada warga Israel dalam dua minggu terakhir adalah warga Arab Israel. Sisanya adalah warga Palestina dari daerah pendudukan Yerusalem Timur dan Tepi Barat.

Israel, yang mengerahkan ratusan tentara ke kota-kota dan mendirikan pos penjagaan di pemukiman Palestina di Yerusalem Timur, mengatakan bahwa empat warga Palestina tewas ditembak dan satu orang luka parah ketika pihak berwenang berhasil mencegah serangan penusukan pada Sabtu. (yns)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER