Milisi Syiah Desak Irak Minta Rusia Luncurkan Serangan Udara

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Rabu, 21 Okt 2015 19:28 WIB
Aliansi yang berkuasa di Irak dan milisi Syiah mendesak PM Irak untuk meminta Rusia meluncurkan serangan udara untuk memberangus ISIS.
PM Irak, Haider al-Abadi berada di posisi yang sulit, karena di satu sisi berupaya menenangkan koalisinya dan milisi Syiah yang mendesak adanya bantuan Rusia, sementara di sisi lain harus berupaya menjaga hubungan dengan Washington. (Reuters/Eduardo Munoz)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aliansi yang berkuasa di Irak dan milisi Syiah di negara itu mendesak Perdana Menteri Haider al-Abadi untuk meminta Rusia meluncurkan serangan udara untuk memberangus kelompok militan ISIS di negara itu, sebagaimana yang dilakukan Rusia di Suriah.

Dilaporkan Reuters, desakan tersebut menempatkan Abadi di posisi yang sulit, karena di satu sisi Abadi berupaya menenangkan koalisinya serta milisi Syiah yang memiliki peran kuat di negara itu. Sementara di sisi lain, Abadi harus berupaya menjaga hubungan dengan Washington yang menentang intervensi militer Rusia di Suriah.

Seorang jenderal tinggi AS, Joseph Dunford, menyatakan bahwa Amerika Serikat mendapatkan jaminan dari pemerintah Irak bahwa negara itu tidak akan meminta bantuan serangan udara dari Rusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dunford, dalam kunjungan pertamanya ke Banghdad pada Selasa (20/10) sejak penjabat sebagai Kepala Staf Gabungan pada 1 Oktober lalu memaparkan bahwa Abadi dan Menteri Pertahanan Irak, Khaled al-Obeidi berjanji bahwa mereka tidak mencari bantuan Rusia.

Baik AS dan Rusia, yang merupakan rival pada Perang Dingin silam, meluncurkan serangan udara melawan kelompok militan ISIS di Suriah.

Spekulasi berkembang bahwa Rusia bisa jadi memperluas intervensi militernya ke Irak. Baik Abadi dan milisi Syiah yang didukung Iran menyatakan frustrasi akan kemajuan serangan udara AS untuk memerangi ISIS di Irak.

Dua anggota parlemen Irak yang tak ingin diungkapkan identitasnya menyatakan bahwa sang perdana menteri kini berada di bawah "tekanan luar biasa" dari Aliansi Nasional yang berkuasa untuk meminta Rusia meluncurkan intervensi militer di Irak.

Irak menerima bantuan senilai lebih dari US$20 miliar dalam bentuk pelatihan militer dari AS sejak jatuhnya Saddam Hussein pada 2003. Meski demikian, militer Irak hampir hancur ketika kelompok militan ISIS mendeklarasikan Negara Islam di Irak dan Suriah pada musim panas tahun lalu.

Serangan udara yang diluncurkan koalisi internasional pimpinan AS dinilai banyak pihak gagal untuk memberangus ISIS.

Anggota parlemen dan anggota aliansi menyatakan bahwa permintaan resmi untuk serangan udara Rusia disampaikan kepada Abadi pekan lalu, tetapi Abadi hingga kini belum secara resmi menanggapi permintaan tersebut.

"Abadi mengatakan dalam sebuah pertemuan dengan berbagai pihak bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengikutsertakan Rusia dalam perang melawan ISIS, karena hanya akan mempersulit hubungan dengan Amerika dan dapat berujung kepada konsekuensi yang tidak diinginkan untuk hubungan jangka panjang dengan Amerika," kata Saad al-Hadithi, politisi senior Syiah yang dekat Abadi.

Sementara, juru bicara Abadi menolak membahas kemungkinan bantuan serangan udara dari Rusia. Pada saat yang sama, dia juga "tidak mengesampingkan setiap kemungkinan yang bisa memberikan dukungan untuk Irak," kata Hadithi.

Selama kunjungannya, Dunford berjanji untuk mencari cara baru untuk membangun momentum melawan ISIS, utamanya setelah sebagian besar wilayah kilang minyak Baiji berhasil direbut kembali dari cengkraman ISIS.

Sementara, Presiden Suriah, Bashar al-Assad dilaporkan terbang ke Moskow pada Selasa (20/10) malam untuk berterima kasih kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin atas dukungan militer Rusia di Suriah. Kunjungan Assad yang mendadak ke Moskow bisa jadi penanda Rusia telah menjadi pemain utama di Timur Tengah.

Rusia, Iran, Suriah dan Irak membentuk sel intelijen yang berbasis di Baghdad untuk meningkatkan upaya untuk melawan ISIS. Sel intelijen ini dilaporkan sudah berbagi informasi intelijen soal kemungkinan serangan udara di Irak dan Suriah.

Karim al-Nuri, juru bicara Brigade Badr, partai politik yang merupakan sayap dari Partai Islam Syiah di Iran menyatakan bahwa seorang anggota sel intelijen membantu perebutan kembali kilang minyak Baiji. Hal tersebut dikonfirmasi oleh seorang pejabat dari milisi Syiah, Asaib Ahl al-Hag.

Sementara, koalisi serangan udara pimpinan AS menyatakan dalam rilisnya bhawa serangan udara yang dilakukan lebih dari 130 kali membantu operasi militer perebutan kembali kilang minyak Baiji sejak 1 Agustus lalu. AS menyatakan hubungannya dengan Irak, "selalu kuat, seperti biasanya.

Pemimpin senior milisi Brigadir Badr, Muen al-Kadhimi, menyatakan bahwa serangan udara Rusia di Suriah telah terbukti lebih efektif daripada serangan udara AS, sehingga wajar mencari bantuan Moskow untuk memberangus ISIS di Irak. (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER