London, CNN Indonesia -- Bank Sentral Inggris berencana melakukan "permainan perang" untuk menguji pertahanan badan finansial terbesar di dunia itu dari serangan siber.
Operasi "Perisai Pertahanan" akan menyimulasi aksi retas terhadap komputer yang menopang sistem finansial global. Tujuannya adalah menilai apakah jaringan yang digunakan bank bisa menahan serangan para peretas untuk menembus keamanan mereka.
Bank Sentral Inggris semakin khawatir dengan dampak luas serangan siber terhadap sistem perbankan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Juli, Bank Sentral Inggris memperingatkan bahwa serangan siber bisa "mengganggu kapasitas operasi sektor finansial untuk menyediakan layanan penting bagi perekonomian."
Latihan ini akan menguji apakah mesin uang tunai, ATM, dan sistem pembayaran elektronik akan bisa terus berfungsi jika terjadi serangan siber besar.
Sumber-sumber mengatakan bank-bank "buatan" akan menjadi sasaran serangan siber yang akan semakin berat.
Seluruh institusi global yang beroperasi di London akan mengikuti uji coba ini dan para pejabat dari Bank Sentral AS akan mempelajari hasilnya.
Sumber-sumber
The Sunday Times mengatakan operasi "Perisai Pertahanan" ini akan membantu Bank Sentral Inggris membuat rencana darurat untuk melindungi ekonomi.
Rencana itu antara lain menutup cabang-cabang bank dan memutuskan sistem perbankan internet dan mesin uang tunai.
Ancaman dari para penjahat siber menjadi pusat perhatian setelah terjadi pencurian data milik perusahaan telekomunikasi TalkTalk bulan lalu.
Para peretas mengakses hingga 1,2 alamat surat elektronik, nama dan nomor telepon serta mencuri 21 ribu nomor rekening bank dan kode bank.
Minggu lalu, dua remaja ditahan terkait dengan serangan ini.
Dalam survei pemerintah, sekitar 90 persen perusahaan besar berbagai sektor mengakui pernah mengalami masalah keamanan berhasil ditembus dari sisi informasi teknologi pada tahun sebelumnya.
Operasi Bank Sentral Inggris ini diterapkan ketika Uni Eropa sedang berusaha menyelesaikan sistem perlindungan data yang baru.
Salah satu langkah keras yang sedang dibicarakan adalah denda terhadap perusahaan hingga 5 persen dari omset global atau 100 juta euro jika terjadi pencurian data pribadi.
(the sunday times/yns)