Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi mengatakan baha ia akan berada di “atas presiden” jika partainya memenangkan pemilu pada 8 November mendatang. Pernyataan ini dinilai menentang konstitusi Myanmar yang melarangnya menjadi presiden karena memiliki anak dan suami berkewarganegaraan asing.
"Saya akan berada di atas presiden," kata Suu Kyi sambil tersenyum kepada wartawan dalam konferensi pers di Yangon, Kamis (5/11).
"Ini adalah pesan yang sangat sederhana. Konstitusi tak mengatakan apa-apa tentang seseorang yang berada di atas presiden."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suu Kyi mengatakan telah terjadi penyimpangan menjelang pemilu, penipuan dan intimidasi, dan bahwa hal itu mencoreng pemilu yang bebas dan adil pertama dalam 25 tahun.
Partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) diharapkan akan tampil baik dalam pemilu. Partai ini menang telak dalam pemilihan terbuka terakhir pada 1990, namun hasilnya dianulir oleh pemerintah junta militer yang saat itu berkuasa.
Suu Kyi ketika itu sudah menjadi tahanan rumah. Ia pernah dibebaskan pada 1995 namun kembali dijadikan tahanan rumah pada 2000, dan baru dibebaskan lagi pada 2010.
Panjangnya sela antara pemilu pada Minggu besok dan pengambilalihan pemerintahan baru pada Februari tahun depan juga menjadi perhatian, katanya di halaman depan kediamannya di Yangon.
Dalam sebuah video yang dibuat awal kampanye yang berlangsung dua bulan ini, Suu Kyi meminta kewaspadaan dari masyarakat internasional selama masa transisi, yang menurutnya hampir sama penting dengan pemilihan yang bebas dan adil.
Aktivitas politik dari kelompok Buddha radikal Ma Ba Tha, yang telah mengkritik NLD karena tak mendukung draf legislasi karena dianggap anti-Muslim, tidak konstitusional, kata Suu Kyi.
Suu Kyu mengatakan bahwa masalah Rohingya, minoritas Muslim yang hidup dalam diskriminasi di negara itu, tidak harus dibesar-besarkan dan bahwa seluruh negara itu mengalami "situasi dramatis" menjelang pemungutan suara.
Suu Kyi telah banyak dikritik karena tidak berbicara banyak soal Rohingya, yang hidup dalam kondisi hampir layaknya apartheid di negara bagian Rakhine.
(stu)