Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu pelaku serangan di gedung konser Bataclan di Paris, Foued Mohamed-Aggad, sempat menjalani perekrutan untuk tentara Perancis tetapi ditolak sebelum akhirnya bergabung dengan kelompok militan ISIS.
Mohamed-Aggad dinyatakan gagal menjadi tentara ketika para pejabat perekrut tentara di kota Strasbourg memutuskan dia tidak cocok memanggul senjata sebagai tentara Perancis. Keputusan ini terjadi setelah Mohamed-Aggad menjalani melakukan tes fisik dan psikologi.
Identitas Mohamed-Aggad sebagai salah satu dari tiga penyerang di Bataclan yang menewaskan 90 orang ini terungkap karena sang ibu, Fatima, menerima pesan singkat yang mengumumkan kematiannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pesan tersebut berasal dari istrinya, Hadjira, yang tinggal di Suriah. Pesan itu memberitahu sang ibu bahwa putra bungsunya itu telah meninggal "bersama dengan saudara-saudaranya" pada serangan yang terjadi 13 November malam.
Mendapat pesan ini, Fatima, yang memiliki putra sulung yang juga diduga terkait dengan terorisme dan tengah mendekam dalam penjara, meminta pengacaranya untuk menyelidiki informasi ini.
Alhasil, tes DNA dilakukan dan hasilnya menunjukkan DNA yang cocok antara jasad sang penyerang dan Mohamed-Aggad.
Mohamed-Aggad diketahui berangkat ke Suriah pada 2013, dan meskipun kepergiannya bukan merupakan rahasia di kota kecil di Wissembourg, sejumlah warga yang mengenalnya terkejut bahwa dia terlibat dalam aksi teror yang menewaskan total 30 orang itu.
"Aku tidak percaya itu dia," kata Yazar Mesut, 46, kepada Reuters. "Dia cerdas dan sopan, tahu apa artinya saling menghormati dan tidak akan bertindak seperti meluncurkan yang tembakan besar," kata Mesut.
Menurut Youssef, seorang tetangga lain, Mohamed-Aggad sempat gagal masuk polisi dan juga ditolak menjadi tentara tentara.
"Itulah satu-satunya momen di mana dia terlihat begitu kecewa. Dia mengeluh. Dia menilai [penolakan] ini karena dia keturunan keluarga imigran," kata Youssef.
Seorang pejabat dari kantor perekrutan militer Strasbourg menegaskan bahwa Mohamed-Aggad mencoba melamar tetapi gagal bergabung dengan militer pada 2010.
"Kami memilik proses penyaringan yang ketat. Kami melihat calon tentara dari kepribadian, tes fisik dan psikologi. Para calon tentara harus sehat dan layak," kata juru bicara militer Letnan Kolonel rekrutmen Sophie Caussel.
"Dalam hal ini, kami menilai dia tidak cocok unuk menjai seorang tentara dan memanggul senapan," katanya
Di Perancis, menjadi calon tentara baru harus menjalani berbagai proses perekrutan ketat. Dari 160 ribu pelamar hingga saat ini, hanya sebanyak 15.000 orang yang diterima.
Hingga saat ini, pejabat berwenang kepolisian belum bersedia berkomentar terkait hal ini.