ISIS Miliki Fatwa Hubungan Seks dengan Budak

Reuters | CNN Indonesia
Rabu, 30 Des 2015 05:17 WIB
Petinggi ISIS mengeluarkan Fatwa yang mengatur bagaimana pejuang-pejuang kelompok ini bisa berhubungan seksual dengan tawanan perempuan mereka.
Petinggi ISIS tampaknya khawatir dengan perilaku para pejuangnya terhadap tawanan perempuan yang dijadikan budak seksual. (Ilustrasi/Getty Images/Mario Tama)
Washington, CNN Indonesia -- Ahli teologi ISIS telah mengeluarkan Fatwa terkait kapan “pemilik” kaum perempuan yang dijadikan budak bisa melakukan hubungan seksual.

Langkah ini tampaknya bertujuan mengatasi perilaku yang mereka sebut sebagai pelanggaran perlakuan terhadap kaum perempuan yang ditangkap.

Seorang pakar ISIS mengatakan fatwa ini memiliki kekuatan hukum dan tampaknya lebih luas dari pada pernyataan terkait masalah tersebut yang pernah dikeluarkan ISIS sebelumnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fatwa itu juga mengungkapkan bagaimana kelompok ini mencoba menterjemahkan kembali ajaran yang dibuat beberapa abad sebelumnya untuk membenarkan perbudakan seksual terhadap kaum perempuan di wilayah kekuasaan ISIS di Suriah dan Irak.

Fatwa ini ditemukan di sejumlah dokumen yang disita oleh Pasukan Operasi Khusus AS ketika melakukan serangan dengan sasaran seorang pejabat tinggi ISIS di Suriah pada Mei.

Kantor berita Reuters telah membaca sebagian dari dokumen yang sebelumnya tidak pernah disebarkan ini.

Aturan-aturan keagamaan itu antara lain: larangan ayah dan anak melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sama; dan pemilik budak yang terdiri ibu dan anak perempuan dilarang berhubungan seksual dengan keduanya.

Pejuang yang memiliki hak atas seorang budak perempuan juga harus berbagi dalam berhubungan seksual karena budak itu dipandang sebagai “bagian dari kepemilikan bersama”.

PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh ISIS secara sistematis menculik dan memerkosa ribuan perempuan dan anak perempuan yang diantaranya berusia 12 tahun. Sebagian besar dari korban adalah anggota masyarakat minoritas Yazidi di Irak Utara.

Banyak dari tawanan perempuan itu diserahkan kepada para pejuang ISIS sebagai hadiah atau dijual sebagai budak seks.

ISIS tidak berusaha menutupi praktek itu, kelompok ini bahkan membanggakannya. ISIS pun mendirikan satu “departemen pampasan” untuk mengelola perbudakan.

Dalam laporan yang diterbitkan April lalu, Human Rights Watch mewawancarai 20 perempuan yang melarikan diri. Mereka bercerita bagaimana para pejuang ISIS memisahkan perempuan muda dan anak perempuan dari kaum pria, anak lelaki dan perempuan berusia lanjut.
Dokumen ISIS menyebutkan bahwa perempuan muda dan anak perempuan dipisahkan dari kaum lelaki, anak lelaki dan perempuan lanjut usia. (Reuters/Ako Rasheed)
Mereka bergerak “dengan rapi dan efektif ke berbagai tempat di Irak dan Suriah”. Kaum perempuan ini kemudian dijual atau diserahkan sebagai hadiah, diperkosa berulang kali atau menjadi korban kekerasan seksual.

Isi Peraturan

Fatwa No. 64, tertanggal 29 Januari 2015, yang dikeluarkan oleh Komite Penelitian dan Fatwa ISIS, untuk pertama kali mengundangkan hubungan seksual antara pejuang ISIS dan tawanan perempuan mereka, dan aturan ini melebihi isi poster terkait cara memperlakukan budak yang disebar kelompok ini pada 2014.

Fatwa ini dimulai dengan pertanyaan: “Beberapa saudara kita telah melakukan pelanggaran terkait perlakuan terhadap budak perempuan. Pelanggaran ini tidak diijinkan dalam hukum Shariah karena peraturan ini sejak lama tidak pernah dikaji. Apakah ada peringatan yang berhubungan dengan masalah ini?”

Fatwa ini kemudian merinci 15 aturan, yang sebagian diantaranya sangat rinci. Misalnya:

“Jika pemilik tawanan perempuan, yang memiliki putri yang sudah bisa berhubungan seksual, berhubungan seksual dengan putrinya, dia tidak diijinkan berhubungan seksual dengan ibu tawanan dan dia tidak boleh disentuh selamanya. Jika pemilik berhubungan seksual dengan sang ibu, dia tidak boleh berhubungan seksual dengan anak perempuan itu dan dia tidak boleh disentuh selamanya.”

Baca isi Fatwa ISIS tentan perlakuan terhadap budak seks 

Eksploitasi seksual ISIS terhadap tawanan perempuan sudah diketahui umum, tetapi pakar ISIS dari Universitas Princeton, Cole Bunzel, mengatakan bahwa fatwa itu memiliki cakupan yang lebih besar dari pada aturan perlakuan pada tawanan perempuan yang pernah dikeluarkan kelompok ini sebelumnya.

“Fatwa ini sebenarnya mengungkap kekhawatiran yang ada terkait pemilik budak di ISIS,” katanya dalam surat elektronik kepada Reuters.

Tetapi, dia memperingatkan bahwa tidak “semua yang tertulis dalam fatwa itu menjadi indikasi tentang satu pelangaran tertentu. Fatwa ini tidak berarti ada ayah dan puteranya yang berbagi seorang perempuan. Mereka setidaknya telah ‘diberi peringatan’ untuk tidak melakukannya. Tapi saya yakin pelanggaran-pelanggaran itu sudah terjadi.”

Fatwa ini juga memerintahkan pemilik budak perempuang untuk “berbelas kasihan pada budak itu, bersikap baik, tidak memperlakukan dia, dan tidak memerintahkan melakukan pekerjaan yang tidak bisa dilakukan.”
ISIS yang sering bertindak kejam terhadap musuh dan juga kaum perempuan mulai berhasil dikalahkan, salah satunya di Ramadi, Irak. (Reuters/Stringer)
Seorang pemilik budak juga tidak boleh menjual budak itu kepada seseorang yang sudah diketahui akan bertindak semena-mena padanya.

Profesor Abedl Fattah Alawari, dekan Teologi Islam Universitas Al-Azhar di Mesir mengatakan, ISIS “sama sekali tidak menggambarkan Islam” dan dengan sengaja salah mengartikan ayat-ayat yang sudah berusia beberapa abad, dan mengatakan bahwa ayat-ayat itu aslinya dibuat untuk mengakhiri, bukan mendorong, perbudakan.

“Islam mengajarkan pembebasan budak, bukan perbudakan. Ketika Islam muncul perbudakan dalam status quo,” katanya. “Ajaran agama Yahudi, Kristen, Yunani, Roma dan peradaban Persia semua mempraktekkan perbudakan dan memperlakukan kaum perempuan dari musuh sebagai budak seks. Jadi Islam memandang perilaku itu sebagai praktek yang menjijikkan dan berupaya untuk mengentaskannya secara bertahap.”

Pada September 2014, lebih dari 120 cendekiawan Islam dari seluruh dunia mengeluarkan surat terbuka kepada ketua ISIS Abu Bakr al-Baghdadi yang menentang argumentasi keagamaan kelompok itu dalam membenarkan aksi mereka.

Para cendekiawan itu menulis bahwa “pemberlakuan kembali perbudakan dilarang dalam Islam. (yns)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER