LAPORAN DARI FILIPINA

Hantu Terorisme Bayangi Perjanjian Damai MILF-Filipina

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Rabu, 13 Jan 2016 11:20 WIB
Perjanjian damai MILF dan pemerintah Filipina terus terganjal, utamanya karena banyak yang masih meragukan komitmen MILF untuk tak mendukung terorisme.
Suasana di kamp pelatihan kelompok militan yang berbaiat kepada ISIS, Ansar Khalifah Filipina (AKP), di Barangay Butril, Palimbang, Filipina, pada November 2015. (Dok. Marconi Navales)
Jakarta, CNN Indonesia -- "Itu konyol. Mereka, kelompok yang melakukan perundingan damai dengan pemerintah Filipina, Moro Independent Liberation Front (MILF), adalah kelompok yang melindungi teroris di Mindanao," ujar seorang anggota Kongres Filipina dari Partai Magdalo, Gary C. Alejano, ketika ditemui CNN Indonesia di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Manila, Desember lalu.

Komentar keras ini telak memukul pernyataan dalam surat terbuka bersama antara pemimpin panel perdamaian dari pemerintah, Miriam Coronel Ferrer, dan dari MILF, Mohagher Iqbal.

Surat tersebut berisi desakan agar Kongres segera mengesahkan rancangan Hukum Dasar Bangsamoro (BBL) sesuai dengan Comprehensive Agreement on the Bangsamoro (CAB) yang sudah diteken oleh pemerintah, MILF, dan pihak penengah, Malaysia, pada 27 Maret 2014 di Manila.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Ferrer dan Iqbal, jika BBL cepat disahkan, MILF dapat membantu pemerintah untuk membentengi Filipina dari pengaruh paham radikal, seperti ISIS, yang sudah mulai menyusup.
Namun, Gary justru mengatakan bahwa salah satu ganjalan utama sehingga langkah pengesahan BBL terjegal adalah kecurigaan parlemen akan kaitan MILF dengan terorisme.

"BBL seharusnya sudah disahkan pada Maret lalu, tapi kemudian insiden Mamasapano terjadi. Insiden itu memunculkan kembali sentimen perang terhadap MILF dari masyarakat dan kami mewakili mereka," kata Gary.

Kecurigaan MILF melindungi teroris

Sumbu kecurigaan tersebut mulai terbakar sejak peristiwa yang dikenal dengan insiden Mamasapano terjadi pada Januari tahun lalu. Saat itu, MILF dan pemerintah sudah menyepakati gencatan senjata.

Kala itu, polisi khusus Filipina sedang melancarkan operasi pemburuan dua teroris kelas kakap, yaitu Basit Usman dan Zulkifli bin Hir alias Marwan, di Mamasapano, dekat markas MILF.

Saat menyerbu masuk, tiba-tiba terjadi baku tembak antara MILF, BIFF, dan polisi khusus Filipina hingga menewaskan 44 orang. "Mamasapano adalah contoh jelas MILF melindungi teroris. Marwan dan Basit Usman sudah ada di sana sejak lama. Tidak mungkin mereka tidak mengetahuinya," kata Gary.

Namun sebelumnya, Iqbal membantah keras tudingan tersebut. Menurutnya, BIFF lah yang memiliki hubungan dan melindungi kedua teroris tersebut. Iqbal mengatakan, MILF terlibat karena polisi tak berkoordinasi sebelumnya.

Hingga kini, insiden Mamasapano masih meninggalkan banyak tanda tanya, termasuk dalam benak Ketua MILF, Al Hajj Ebrahim Murad.

Ketua Moro Islamic Liberation Front (MILF), Al-Hajj Murad Ebrahim, menjelaskan mengenai perkembangan terakhir perjanjian damai dengan pemerintah Filipina ketika ditemui CNN Indonesia di markas Kamp Darapanan milik MILF di Maguindanao, Filipina, pada Desember 2015. (Dok. Marconi Navales)
"Kami sedang mencoba menganalisis mengapa Mamasapano terjadi saat kami sedang dalam masa sangat kritis dalan proses damai. Sebelum Mamasapano, BBL berjalan mulus. Setelah Mamasapano, semua orang menggunakan Mamasapano sebagai jalan untuk menentang BBL dan proses damai," ucap Murad kepada CNN Indonesia saat ditemui di Kamp MILF di Darapanan, Maguindanao.

Direktur Institut Analisis Konflik (IPAC), Sidney Jones, pun meyakini bahwa MILF kini mulai tidak dipercaya oleh teroris.

"Saya pikir, Marwan dan orang di sekitarnya sangat takut tinggal dengan MILF karena mereka yakin akan dikhianati oleh MILF demi mendapatkan imbalan. MILF juga memang selalu menolak keberadaan teroris di wilayah mereka. Marwan bahkan diusir," kata Jones.

Menurut Jones, Marwan dan teroris justru dilindungi oleh kelompok sempalan MILF yang tak setuju perjanjian damai dengan pemerintah, BIFF.
Namun, belum padam kecurigaan tersebut, lagi-lagi sumbu terbakar pada November lalu, ketika pasukan gabungan militer dan kepolisian Filipina kembali melakukan operasi pemburuan teroris. Kali ini, target mereka adalah kantong kelompok teroris Ansar al-Khalifa yang berbaiat kepada ISIS di Palimbang, Sultan Kudarat.

"Di Sultan Kudarat, angota pendukung ISIS tewas dalam operasi AL, itu ada di perbatasan wilayah MILF dan mereka saling mengenal," kata Gary dengan nada tinggi hingga menyembulkan urat di dahi.

Tuduhan keterlibatan MILF dalam Ansar Khalifah Philippines (AKP) pun mulai meradang. Namun, Ferrer mengatakan bahwa pemerintah justru harus menggandeng para petinggi MILF agar kekuatan ISIS dapat dihadang.

"Kami butuh pemimpin untuk mengontrol bawahannya. Anda butuh pemimpinnya untuk jadi kuat. Jangan lemahkan mereka, mereka akan melawan. Karena itu, kami menguatkan mereka, memberikan mereka kapasitas. Bukan dengan finansial, tapi institusional agar mereka dapat mengatur anggotanya," katanya kepada CNN Indonesia.

Mendukung pernyataan Ferrer, Ketua MILF, El Haj Murad Ebrahim, juga mengatakan bahwa pemerintah memang seharusnya lebih menaruh perhatian kepada masyarakat agar mereka tidak simpati dengan paham ISIS.

Hingga saat ini, kata Murad, banyak masyarakat Mindanao masih tidak puas, kecewa, dan merasa menjadi korban ketidakadilan pemerintah. Ketika ada kelompok orang yang menentang pemerintah, masyarakat akan menganggap mereka pahlawan dan tentu akan didukung.

"Namun, kami memiliki solusi politis agar masyarakat puas dan bisa mendapatkan masa depan cerah. Maka, tidak akan ada masyarakat yang mendukung siapapun yang mau menentang pemerintah," tutur Murad.

Kendati demikian, Iqbal sendiri mengaku bahwa MILF tak dapat menjangkau lapisan paling bawah dari kelompoknya.

Ketika ditanya mengenai insiden di Palimbang, Iqbal hanya berkata, "Ada banyak orang di bawah sana. Kami tidak dapat mengontrol semuanya. Itu di luar kontrol kami."

Pemerintah memperkuat posisi MILF

Gary pun mengatakan bahwa pemerintah sebaiknya berhati-hati dengan keputusan untuk memberikan kapasitas lebih terhadap MILF, terutama melalui apa yang tertuang dalam Pasal 5 BBL mengenai pembentukan Kepolisian Bangsamoro.

Menurut perkiraan Badan Manajemen Pendanaan Filipina, kata Gary, pemerintah akan menyediakan dana 187 miliar peso (setara Rp54,3 triliun) untuk membangun kekuatan Kepolisian Bangsamoro. Angka ini dinilai sangat besar jika dibandingkan dengan program lima tahunan pasukan bersenjata nasional Filipina yang hanya mencapai 75 miliar peso.

Dalam ketentuan BBL, tak dijabarkan mengenai ketentuan penggunaan dana tersebut. Gary curiga, dana tersebut akan dipakai oleh MILF untuk memperkuat diri sebagai persiapan jika BBL tidak jadi disepakati.

"Saya adalah mantan Angkatan Laut Filipina yang ditugaskan di berbagai tempat di Mindanao. Saya tahu situasi di sana. Saya tahu sejarah di sana, teknis pemerintahan, dan kebudayaan, termasuk operasi ilegal di sana," katanya.

Kecurigaan Gary dikarenakan ia sendiri mengaku mengetahui bahwa Mindanao yang terletak di selatan Filipina merupakan pintu masuknya perdagangan senjata ilegal dari berbagai negara.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Filipina dari Partai Magdalo, Gary C. Alejano, menjabarkan keberatannya terhadap Bangsamoro Basic Law kepada CNN Indonesia saat ditemui di kantornya di Manila, Desember 2015. (Dok. Marconi Navales)
Mencegah terjadinya kecurangan penguatan kepolisian Bangsamoro tersebut, Gary mengajukan keberatan terhadap poin BBL ini. Menurutnya, seharusnya ada ketentuan mengenai penggunaan dana yang diberikan pemerintah.

"Seharusnya ada ketentuan dana itu tidak boleh digunakan untuk penyediaan senjata, amunisi, dan bahan peledak. Tanpa itu, tak ada yang dapat menahan mereka membeli senjata, amunisi, bahan peledak. Pada akhirnya, kami akan menemukan MILF yang kuat. Mereka hanya mengubah wajah, mendukung pemerintah untuk mengalahkan pemerintah," katanya.

Kekuatan Kepolisian Bangsamoro ini semakin menakutkan bagi Gary. Pasalnya, jika dilihat dari draf BBL, PNP sebenarnya tidak memiliki kontrol positif terhadap Kepolisian Bangsamoro.

Sebelumnya, Ferrer menegaskan bahwa Kepolisian Bangsamoro merupakan bagian dari Polisi Nasional Filipina (PNP).

Dalam BBL Pasal 5 Ayat 5, memang disebutkan bahwa Kepolisian Bangsamoro akan berada di bawah pengawasan Badan Kepolisian Bangsamoro (BPB) yang merupakan bagian dari Komisi Kepolisian Nasional (NAPOLCOM). Namun, Gary melihat kejanggalan dalam aturan tersebut.

"PNP tetap tidak memiliki kontrol positif terhadap polisi Bangsamoro karena polisi Bangsamoro akan berada di bawah Komisi Polisi Bangsamoro yang anggotanya akan ditunjuk oleh Menteri Kepala, yaitu pemimpin Bangsamoro sendiri," tutur Gary.

Jika dilihat dalam Ayat 6, komposisi badan tersebut terdiri dari sebelas anggota. Enam di antaranya datang dari Parlemen Bangsamoro, sementara lima lainnya diambil dari berbagai sektor lain. "Semua anggota harus ditunjuk oleh Menteri Kepala dan diumumkan oleh Parlemen Bangsamoro," demikian kutipan BBL pasal 5 Ayat 6.

Kepolisian Bangsamoro pun diperkuat dengan landasan Pasal 5 Ayat 1. Dalam ketentuan tersebut, PNP dan Kepolisian Bangsamoro akan bersinergi dengan sistem hubungan inter-governmental, di mana kedua badan harus bekerja sama dan berkoordinasi.

"Coba bayangkan, jika PNP yakin 100 persen bahwa ada penyelundupan senjata atau teroris di wilayah Bangsamoro, lalu berkoordinasi dengan Kepolisian Bangsamoro, tapi mereka bilang, 'Tidak. Menurut laporan kami, tidak ada. Apakah PNP akan memaksa? Tidak. Itu akan menjadi perang besar. Akhirnya, mereka lebih kuat," ujar Gary setengah berteriak. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER