Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung Filipina pada Selasa (12/1) mendeklarasikan kesepakatan keamanan konstitusional yang mengizinkan peningkatan kehadiran militer Amerika Serikat di negara pimpinan Presiden Benigno Aquino tersebut, seiring dengan meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan.
Seperti dilansir Reuters, Manila selama ini dikenal sebagai sekutu dekat AS dan perjanjian tersebut sama pentingnya bagi kedua negara. Manila dan AS khawatir akan klaim China yang kian tegas atas wilayah sengketa di LCS.
Kesepakatan ini memungkinkan pasukan AS membangun fasilitas untuk menyimpan pasokan peralatan bagi keamanan maritim serta operasi kemanusiaan dan respons bencana. Pasukan AS juga diberi akses luas ke basis militer Filipina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, beberapa pihak menganggap bahwa perjanjian bertajuk Enhanced Defence Cooperation Agreement (EDCA) ini tak sesuai dengan konstitusi karena dianggap menyerahkan kedaulatan Filipina kepada kekuatan asing.
Mahkamah Agung lantas mengadakan pemungutan suara dengan hasil 10-4 menyatakan bahwa EDCA sesuai dengan konstitusi.
"EDCA sesuai dengan konstitusi, Ini masih sesuai dengan hukum berlaku dan perjanjian ini adalah cara untuk mengimplementasikannya," ujar juru bicara Mahkamah Agung Filipina, Theodore Te.
Tak lama setelah pengumuman tersebut, aktivis anti-AS melakukan aksi protes di luar gedung Mahkamah Agung. Mereka mengatakan bahwa keputusan tersebut merupakan kesepakatan yang membuat Filipina sebagai landasan pelontar intervensi militer di kawasan.
Namun, Menteri Pertahanan Filipina, Voltaire Gazmin, mengatakan bahwa kerja sama keamanan dengan AS ini semakin penting setelah berkembangnya ketegangan di LCS.
"Sementara kami masih bergumul dengan masalah bencana dan keamanan non-tradisional, tantangan keamanan tradisional, memasukkan sengketa wilayah dan maritim yang masih terus terjadi juga masih menjadi masalah fundamental," kata Gazmin.
Sementara itu di Washington, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, dan Menteri Pertahanan AS, Ash Carter, menyambut baik keputusan MA tersebut.
"AS memiliki komitmen kuat atas keamanan di Filipina. Untuk itu, kami menyambut keputusan MA Filipina dan akan mengimplementasikannya," kata Kerry.
Senada dengan Kerry, Kepala Komite Angkatan Bersenjata Senat AS, John McCain, mengatakan bahwa EDCA merupakan tonggak penanda kesepakatan yang akan membawa kerja sama dan integrasi kedua negara ke tingkat lebih tinggi .
"Ketika Manila mulai menyadari bahwa mereka merupakan target dari pemaksaan China di Laut Barat Filipina dan meminta kepemimpinan Washington, kesepaktan ini akan memberikan kami alat baru untuk mengekpansi perjanjian dengan Pasukan Bersenjata Filipina dan memperkuat kehadiran kami di Asia Tenggara," kata McCain dalam sebuah pernyataan.
Kini, McCain sedang menanti implementasi dari Inisiatif Keamanan Maritim dari Kongres yang akan menyediakan sumber daya untuk membangun kapasitas maritim Filipina dan beberapa negara Asia Tenggara lain.
Para pejabat militer Filipina memang mengatakan bahwa sudah ada peningkatan kegiatan AS, seperti pelatihan serta kunjungan pesawat dan kapal selama setahun belakangan, sejak Obama menggalakkan upaya "penyeimbangan kembali" pasukan dan diplomasi ke Asia seiring dengan bertambahnya kekuatan China di kawasan.
China membangun Kepulauan Spratly di wilayah LCS yang disengketakan pula oleh Brunei, Malaysia, Vietnam, Taiwan, dan Filipina. Daerah tersebut diyakini kaya akan minyak dan gas.
Keadaan kian panas ketika kapal dan pesawat AS melintasi wilayah tersebut atas dasar kebebasan pelayaran dan penerbangan di zona internasional.
(stu/stu)