Filipina Protes Uji Coba Penerbangan China di Pulau Sengketa

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Rabu, 13 Jan 2016 17:32 WIB
Kementerian luar negeri Filipina protes soal uji coba penerbangan yang diluncurkan oleh China di pulau buatan di Laut China Selatan.
Kementerian luar negeri Filipina protes soal uji coba penerbangan yang diluncurkan oleh China di pulau buatan di Laut China Selatan. (Reuters/U.S. Navy)
Jakarta, CNN Indonesia -- Juru bicara kementerian luar negeri Filipina, Charles Jose mengungkapkan pihaknya mengajukan protes soal uji coba penerbangan yang diluncurkan oleh China di pulau buatan di Laut China Selatan. Filipina menyebut uji coba itu sebagai tindakan "provokatif" dan pelanggaran kode informal yang ada.

Pekan lalu, Beijing mendaratkan tiga penerbangan di Fiery Cross Reef di wilayah kepulauan Spratly yang dipersengketakan oleh sejumlah negara. Tindakan ini juga membuat Vietnam geram dan memicu kritik dari Amerika Serikat, yang prihatin ketegangan di wilayah tersebut semakin mendalam.

"Kami secara resmi memprotes uji coba penerbangan terbaru oleh China di Fiery Cross Reef pada 8 Januari," kata Jose, sembari menambahkan bahwa kementerian luar negeri Filipina telah memanggil pejabat kedutaan besar China terkait masalah ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jose mengatakan uji coba penerbangan merupakan "tindakan yang provokatif" yang akan membatasi kebebasan navigasi dan jalur penerbangan di Laut China Selatan.

Laut China Selatan merupakan salah satu jalur perdagangan tersibuk di dunia, dengan lebih dari US$5 triliun nilai perdagangan dunia menggunakan jalur ini setiap tahun. Laut China Selatan juga diyakini memiliki simpanan minyak dan gas yang besar, yang hampir seluruhnya diklaim oleh China. Sejumlah negara, yakni Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam mempersengketakan hal ini.

"Tindakan China ini meningkatkan ketegangan dan kecemasan di wilayah tersebut dan merupakan pelanggaran dari semangat dan kesepakatan Deklarasi Asean-China soal pihak-pihak yang bersengketa di Laut China Selatan," katanya menambahkan.

Sejak 2010, China dan 10 negara Asia Tenggara bernegosiasi dan menghasilkan sebuah kode etik yang mengikat secara hukum untuk menggantikan aturan informal yang terkandung dalam deklarasi politik yang dibuat di Phnom Penh pada 2002.

Sementara di Washington, menteri luar negeri dan menteri pertahanan Filipina dan Amerika Serikat mengadakan pembicaraan perdagangan dan masalah keamanan, termasuk rencana Angkatan Laut AS untuk meningkatkan kebebasan dalam patroli navigasi di Laut China Selatan.

Kapal dan pesawat AS akan memiliki waktu lebih lama untuk berpatroli di perairan sengketa tersebut karena diberi akses laut dan udara oleh Filipina di bawah kesepakatan militer yang baru, yang memungkinkan Mahkamah Agung membuat keputusan pada Selasa (13/1).

Menteri Luar Negeri AS, John Kerry dan Menteri Pertahanan AS Ash Carter menyambut keputusan Mahkamah Agung tersebut. Sementara, militer AS memulai diskusi terkait sejumlah lokasi di Filipina yang dapat memberikan akses bagi kapal dan pesawat AS.

Perjanjian Peningkatan Kerja Sama Pertahanan juga akan memungkinkan Amerika Serikat untuk membangun fasilitas untuk menyimpan peralatan dan perlengkapan untuk meluncurkan operasi kemanusiaan dan maritim. (ama/den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER