Usai Pemilu, China Ingatkan Taiwan Tak Sentuh Isu Kemerdekaan

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Senin, 18 Jan 2016 10:44 WIB
Usai pemilu Taiwan yang dimenangi oleh pemimpin oposisi, Tsai Ing-wen, pemerintah China memperingatkan Taiwan untuk tidak mengupayakan kemerdekaan.
Tsai Ing-wen dan Partai Progresif Demokratik (DPP) pimpinannya meraih kemenangan besar baik dalam pemilihan umum presiden maupun parlemen pada Sabtu (16/1). (Reuters/Damir Sagolj)
Jakarta, CNN Indonesia -- Usai pemilu Taiwan yang dimenangi oleh pemimpin oposisi, Tsai Ing-wen, pemerintah China memperingatkan Taiwan untuk tidak mengupayakan kemerdekaan.

Tsai dan Partai Progresif Demokratik (DPP) pimpinannya meraih kemenangan besar baik dalam pemilihan umum presiden maupun parlemen pada Sabtu (16/1). Kemenangannya diperkirakan akan mendorong babak baru dalam upaya kemerdekaan Taiwan dari China, dan dapat berujung pada ketidakstabilan di China.

Dalam kampanyenya, Tsai berjanji menjaga perdamaian dengan China. Namun, Kantor Urusan Taiwan di China menyatakan akan menentang setiap langkah Taiwan menuju kemerdekaan, dan menegaskan bahwa Beijing bertekad mempertahankan kedaulatan negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi kemenangan Tsai, media yang dikendalikan oleh pemerintah China menyebut Tsai berjanji mempertahankan perdamaian dan "status quo" dengan China.

Namun, kantor berita resmi Xinhua dengan bahasa yang tegas memperingatkan setiap langkah Taiwan menuju kemerdekaan bagaikan "racun" yang akan menyebabkan kehancuran bagi Taiwan.

"Jika tidak ada perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, otoritas Taiwan yang baru akan menghadapi penderitaan rakyat khsusnya di sektor ekonomi, mata pencaharian, dan para pemuda akan menjadi sia-sia, seperti mencari ikan di pohon," bunyi laporan Xinhua.

China menyebut Chen Sui-bian, presiden Taiwan sebelumnya dari partai DPP yang memimpin pada periode 2000-2008, merupakan pengacau dan tokoh yang kerap menyabotase hubungan lintas selat, bahkan ketika dia mencoba mempertahankan hubungan yang stabil dengan Beijing.

Media China yang diterbitkan oleh Partai Komunis yang berkuasa, The Global Times, melaporkan dalam artikel editorialnya bahwa jika pemerintahan Tsai berusaha "menyeberangi garis merah" seperti Chen, Taiwan akan "menemui jalan buntu".

"Kami berharap Tsai dapat memimpin DPP keluar dari halusinasi kemerdekaan Taiwan, dan berkontribusi pada pengembangan damai dan umum antara Taiwan dan [China] daratan," bunyi artikel The Global Times.

Sementara di Taiwan, China Times yang pro-China, menyerukan Tsai untuk menjadi simbol "burung merpati untuk perdamaian antar selat".

"Perdamaian di Selat Taiwan adalah faktor eksternal yang paling penting untuk perkembangan Taiwan yang stabil," bunyi laporan media tersebut.

Dalam pemilu, Tsai memenangkan 56 persen suara dan mengalahkan saingannya, Eric Chu dari Partai Nasionalis yang pro-China. Partai tersebut telah memerintah Taiwan sejak 2008 di bawah pimpinan presiden saat ini, Ma Ying-jeou.

Dalam parlemen, DPP memperoleh dukungan mayoritas dengan memenangi 68 kursi dari 113 kursi yang tersedia, menjadikan pemerintahan Taiwan akan lebih kuat dalam pembuatan kebijakan selama empat tahun ke depan, dan berpotensi memberikan pengaruh yang lebih besar dalam kesepakatan dan hubungan lintas selat.

Menanggapi kemenangan Tsai, Kementerian Luar Negeri China, menyatakan Taiwan merupakan masalah internal untuk China, hanya ada satu China di dunia. Kemenlu China menyebutkan bahwa pemilu di Taiwan tidak akan mengubah kenyataan maupun penerimaan internasional terhadap hal ini.

"Hanya ada satu China di dunia, baik daratan maupun Taiwan milik China yang satu. Kedaulatan dan integritas teritorial China takkan dibiarkan rusak," bunyi pernyataan dari Kemenlu China.

"Hasil dari pemilu di wilayah Taiwan tidak mengubah fakta yang mendasar ini maupun konsensus masyarakat internasional," bunyi pernyataan tersebut.

Memimpin Taiwan, Tsai kini menjabat salah satu posisi yang paling berat dan paling berbahaya di Asia. China tetap mengklaim Taiwan, beberapa dekade setelah Partai Nasionalis yang kalah melarikan diri dari Partai Komunis pimpinan Mao Zedong ke Taiwan, dalam perang saudara China tahun 1949.

Pada Sabtu, Gedung Putih mengucapkan selamat kepada Tsai dan menyatakan Amerika Serikat akan mempertahankan "kepentingan yang mendalam " dalam perdamaian antara Taiwan dan China. (ama/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER