Bagi AS Kelompok Ini Dianggap Lebih Berbahaya dari ISIS

Denny Armandhanu | CNN Indonesia
Selasa, 26 Jan 2016 10:42 WIB
Amerika Serikat dianggap terlalu memfokuskan strategi keamanan mereka terhadap ancaman ISIS. Padahal ancaman terbesar AS bukan hanya datang dari ISIS.
Ilustrasi militan di Suriah. (Reuters/Stringer)
Jakarta, CNN Indonesia -- Amerika Serikat dianggap terlalu memfokuskan strategi keamanan mereka terhadap ancaman ISIS. Padahal menurut studi keamanan terbaru, ancaman jangka panjang terbesar bagi AS bukanlah ISIS, namun Jabhat al-Nusra, kelompok perlawanan di Suriah yang berafiliasi dengan al-Qaidah.

Hal ini diungkapkan dalam laporan terbaru gabungan lembaga think tank Institute for the Study of War dan American Enterprise Institute pekan lalu, seperti diberitakan CNN, Senin (25/1).

Menurut laporan tersebut, al-Nusra berbahaya bagi AS karena hanya mengincar negara itu semata. Laporan itu juga mengatakan, "setiap strategi yang mengenyampingkan Jabhat al-Nusra akan gagal mengamankan tanah Amerika."
Dalam laporan disebutkan, serangan al-Nusra dan ISIS mengancam perekonomian global yang membuat diterapkannya "pengetatan kebebasan sipil" dan berpotensi berujung pada terancamnya "nilai-nilai dan gaya hidup Amerika."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu penulis laporan tersebut adalah Fred Kagan, yang dianggap sebagai perancang strategi peningkatan tentara AS di Irak pada 2007, dan Kimberly Kagan, mantan penasihat Jenderal David Petraeus dalam menetapkan strategi di Afghanistan yang juga merupakan presiden dari Institute for the Study of War.

Kimberly Kagan mengatakan bahwa Al-Nusra mengancam AS sama seperti ISIS, yaitu memobilisasi dan mempropaganda umat Islam untuk menyerang Barat. Namun menurut dia al-Nusra membahayakan AS dalam jangka panjang, dan kelompok ini lebih sulit diincar dibanding ISIS karena sulit dikenali.

"Al-Nusra diam-diam melebur bersama masyarakat dan oposisi Suriah dan mereka menunggu untuk melakukan jihad global jika ISIS hancur," ujar Kagan.
Perundingan damai antara rezim Bashar al-Assad dengan kelompok pemberontak terpilih Suriah akan dilakukan bulan ini di Jenewa, Swiss. Baik ISIS dan Al-Nusra tidak diundang dalam perundingan tersebut.

Kagan memperingatkan, setiap bentuk perundingan damai untuk menghentikan konflik yang telah berlangsung lebih dari empat tahun di Suriah akan gagal jika al-Nusra tidak diberantas.

Al-Nusra muncul di tahun 2011 saat perlawanan masyarakat Suriah terhadap Assad pertama kali terjadi. Kebanyakan anggota al-Nusra adalah warga Suriah pengikut al-Qaidah veteran perang Irak dalam melawan pasukan AS.

Kementerian Luar Negeri AS menyebutkan saat ini ada 35 ribu warga asing dari 100 negara yang bergabung dengan kelompok bersenjata di Suriah. Al-Nusra adalah kelompok kedua setelah ISIS yang banyak menjaring tentara asing, berdasarkan data Nick Heras dari lembaga Center for a New American Security.

Heras mengatakan, al-Nusra adalah salah satu kelompok militan paling efektif di Suriah yang menguasai bagian baratlaut negara itu. Al-Nusra juga menguasai kelompok-kelompok oposisi Suriah lainnya dan telah dianggap sebagai pembuat keputusan.
"Al-Nusra tidak memiliki kapasitas yang sama seperti ISIS, namun mereka berguna sebagai basis operasi bagi unsur lain dari al-Qaidan yang ingin menyerang target di Barat," kata Heras.

Kagan meyakini al-Nusra untuk saat ini belum punya rencana menyerang Barat karena al-Qaidah masih memprioritaskan penguasaan Suriah dan menghindari menjadi target AS.

Namun dia menegaskan al-Nusra merupakan ancaman terbesar AS selain ISIS karena, "kita mendefisinikan ancaman dengan memiliki kemampuan dan niat [untuk menyerang]. Kemampuan mereka sudah ada, dan niat juga akan segera terbentuk." (den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER