Jakarta, CNN Indonesia -- Malaysia menjadi salah satu negara tujuan utama para pekerja ilegal asal Indonesia. Untuk menuju Malaysia, mereka rela bertaruh nyawa menyeberangi lautan dengan perahu seadanya.
Selasa lalu, sebuah kapal pembawa para WNI dari Batam menuju Johor Baru tenggelam. Sejauh ini telah ditemukan 23 korban tewas yang kesemuanya diduga warga negara Indonesia yang hendak bekerja ilegal di Malaysia.
Dewi Lestari, Konsul Penerangan dan Sosial Budaya di Konsulat Jenderal Indonesia di Johor Baru, Malaysia, mengatakan kapal yang mereka tumpangi sangat kecil, semacam
speedboat bermesin ganda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dewi melanjutkan, diduga mereka berangkat dari Batam untuk masuk ke Johor melalui Pantai Kelise. Letak pantai itu telah masuk ke Laut China Selatan, sehingga ombaknya besar.
"Diprediksi mereka mengambil jalur ke pantai Kelise karena menghindari patroli, padahal itu sudah masuk Laut China Selatan jadi ombaknya besar," kata Dewi saat dihubungi
CNN Indonesia, Kamis (28/1).
Wilayah Johor yang berbatasan dengan Batam merupakan lokasi yang dipilih untuk masuk Malaysia karena banyak perbatasannya yang tidak dijaga aparat.
"Di wilayah itu [Tanjung Kelise] memang kosong, tidak ada permukiman, jadi orang bisa mendarat," kata Dewi.
Pencarian kemungkinan adanya korban lainnya masih terus dilakukan hingga hari ini. Baru tiga orang yang berhasil diidentifikasi hingga hari ini. Seorang di antaranya telah dipulangkan ke Semarang.
Ini bukan kali pertama WNI menjadi korban kapal tenggelam saat menuju Malaysia. Dewi mengatakan, tahun 2015 tidak ada kejadian yang memakan korban jiwa WNI. Namun di tahun 2014 ada beberapa kasus.
"Di tahun 2014 ada 3-4 kasus, korban hingga 10 orang. Kemungkinan mereka bisa selamat jika kapal tenggelam dekat bibir pantai," ujar Dewi.
Pekerja ilegalPara WNI tersebut diduga akan bekerja secara ilegal di Malaysia. Menurut Dewi, WNI pekerja ilegal biasanya bekerja di perkebunan, ladang, restoran, pelayan atau di sektor konstruksi. Mereka bisa bekerja di Johor atau wilayah lain di Malaysia.
"Johor termasuk wilayah yang sedang giat membangun, menyerap banyak tenaga kerja," jelas Dewi.
Permintaan untuk pekerja ilegal asal Indonesia masih terus ada, padahal ada undang-undang di Malaysia yang melarang mempekerjakan warga asing tanpa visa.
Jika tertangkap, majikan lepas tangan.
"Majikan tidak bertanggung jawab karena tidak ada izin dan kontrak kerja, juga tidak ada jaminan. Jadi risiko ditanggung sendiri," ujar Dewi.
Tidak ada data pasti soal WNI pekerja ilegal di Malaysia. Yang tercatat resmi pada 2015, ada 1,3 juta pekerja asal Indonesia di Jiran.
Gaji pekerja ilegal juga jauh dari pekerja resmi yang berizin. Dewi mengatakan, pekerja resmi untuk sektor rumah tangga mendapatkan sekitar 700 ringgit per bulan (Rp2,3 juta). Sementara pekerja pabrik bisa mendapat 900 ringgit (Rp2,9 juta) di luar lembur.
"Sebulan pekerja pabrik bisa mendapat 1.200-1.500 ringgit (Rp3,9 juta-4,9 juta). Pekerja ilegal di bawah itu, standarnya 500 ringgit (Rp1,6 juta) ke bawah," jelas Dewi.
Pekerja ilegal juga terancam dipenjara jika tertangkap. Hukuman bui beragam dari tiga bulan hingga satu tahun, setelah itu dideportasi.
Tidak memenuhi syaratWalau banyak kekurangannya, namun pekerja ilegal asal Indonesia masih banyak di Malaysia. Menurut Dewi, alasan pertama WNI menjadi pekerja ilegal adalah karena mereka tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi pekerja resmi.
"Mereka tidak fit secara persyaratan untuk menjadi pekerja legal, misalnya dari faktor kesehatan tidak memenuhi syarat," ujar Dewi.
Alasan lainnya, para WNI tidak mendapatkan kesempatan menuju akses bekerja secara legal di Malaysia.
"Pekerja resmi melalui PJTKI, mendapatkan pelatihan dan sertifikat. Mungkin mereka tidak punya akses atau informasi ke sana," lanjut Dewi.
Selain itu, ajakan dari saudara atau teman yang telah lebih dulu di Malaysia menjadi faktor lainnya.
"Biasanya yang ilegal, mereka punya teman atau saudara yang mengundang untuk datang. Teman mereka ini yang kemudian membantu mereka mencari kerja di Malaysia," kata dia lagi.
(stu)