Bebas dari Penyanderaan, Gadis Ini Masih Cinta dengan Militan

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Jumat, 05 Feb 2016 15:50 WIB
Hampir setahun setelah diselamatkan tentara Nigeria dari penyanderaan Boko Haram, Zara John, mengaku masih cinta dengan salah satu penculiknya itu.
Foto: Emmanuel Braun
Jakarta, CNN Indonesia --
Hampir setahun setelah diselamatkan tentara Nigeria dari penyanderaan Boko Haram, Zara John, 16, mengaku masih jatuh cinta dengan salah satu militan yang menculiknya itu.

Tak hanya masih cinta, Zara juga dengan sangat bahagia mengungkapkan bahwa dia telah melahirkan anak dari militan tersebut. Kabar kehamilan diketahuinya setelah dia menjalani tes urin dan darah oleh dokter di kamp pengungsi, setelah dia dibebaskan dari penyanderaan Boko Haram.

"Saya ingin melahirkan anak saya, sehingga saya memiliki seseorang untuk menggantikan ayahnya, karena saya tak lagi bisa menjalin hubungan dengannya," kata Zara, dikutip dari Reuters pada Jumat (5/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Zara merupakan satu dari ratusan gadis yang diculik oleh Boko Haram, kelompok militan yang selama lebih dari tujuh tahun memberontak untuk mendirikan negara Islam di timur laut Nigeria.
Namun, kala Zara mengetahui dia mengandung buah hatinya dengan sang militan, keputusan untuk melahirkan bayi tidak dapat dilakukan Zara begitu saja.

Ayah Zara tewas tenggelam saat banjir 2010, membuat sejumlah keputusan dalam hidup Zara berada di tangan para pamannya. Beberapa pamannya bersikeras bahwa mereka tidak menginginkan keturunan Boko Haram dalam keluarga mereka. Sementara pamannya yang lain menilai bahwa sang bayi tidak pantas dibebankan oleh kejahatan yang dilakukan ayahnya.

Pada akhirnya, keputusan untuk melahirkan sang bayi dicapai melalui pemungutan suara di keluarganya. Zara melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Usman dan kini berusia sekitar tujuh bulan.

"Semua orang dalam keluarga telah menerima anak ini," kata Zara yang meminta Reuters merahasiakan lokasinya. "Paman saya baru saja membelikan dia Cerelac (sereal instan) dan susu."
Zara masih berusia 14 tahun ketika militan Boko Haram menyerbu desanya di Izge, timur laut Nigeria, pada Februari 2014. Boko Haram meratakan rumah-rumah di desa itu, membantai para pria, dan mengangkut para wanita dan anak-anak ke dalam truk.

Serangan itu menjadi salah satu rangkaian aksi kekerasan Boko Haram, disusul oleh sejumlah pengeboman bunuh diri di tempat ibadah atau pasar. Beruntung, saat serangan terjadi, dua saudara Zara tengah berada di luar kota.

Saat kekacauan terjadi, ibu Zara terpelanting dari truk yang kelebihan muatan. Sang ibu telah berupaya mengejar kendaraan yang mengangkut Zara dan seorang adik laki-laki Zara yang saat itu baru berusia empat tahun. Namun, sang ibu tak mampu menyusul laju truk yang menuju ke Bita, wilayah yang berjarak sekitar 22 km dari desanya.

Diperbudak militan

Saat itu, Bita dan sejumlah kota lain di sekitarnya yang berlokasi dekat dengan hutan Sambisa, berada di bawah kendali Boko Haram.

"Sesaat setelah kami tiba, mereka menyatakan kepada kami bahwa kami sekarang budak mereka," Zara mengenang penculikannya.

Penculikan 200 siswi dari sekolah di Chibok, Nigeria Utara, pada April 2014 memicu kemarahan internasional, dengan kampanye #bringbackourgirls menjadi viral di media sosial. (Reuters/Afolabi Sotunde)
Zara menghabiskan harinya dengan mempelajari Islam, agama yang baru dianutnya dalam penyanderaan Boko Haram. Dua bulan berselang, Zara kemudian dinikahkan dengan Ali, seorang komandan Boko Haram dan tinggal bersamanya di sebuah rumah.

"Setelah saya menjadi seorang istri komandan, saya memiliki kebebasan. Saya bisa tidur kapan saja saya mau, saya bisa bangun kapan saja saya inginkan," kata Zara.

"Dia membelikan saya makanan dan pakaian, dan segala sesuatu yang diperlukan seorang wanita dari seorang pria," katanya sembari menambahkan sang militan membelikannya sebuah ponsel.
Tak hanya itu, sang suami bahkan mengukir tato namanya di perut Zara, sebagai tanda bahwa Zara kini merupakan istri seorang militan Boko Haram.

Ali meyakinkannya bahwa pertempuran akan segera berakhir dan mereka akan kembali ke rumahnya di kota Baga. Ali bahkan berjanji akan mengajak istrinya bergabung dalam bisnis pemancingan, ketika perang berakhir.

Ali mengaku bahwa sebelum bergabung dengan Boko Haram, dia adalah seorang nelayan. Bisnis perdagangan ikan dia tinggalkan ketika ayahnya dan kakaknya, yang juga seorang nelayan, tewas dibunuh oleh tentara Nigeria.

Dalam laporan Amnesty International yang dirilis pada Juni 2015 berdasar penelitian dan analisis bukti selama bertahun-tahun, tentara Nigeria dinilai bersalah karena melanggar hak asasi manusia serta membunuh warga sipil di bagian timur laut Nigeria. Lembaga pemerhati HAM itu menyerukan dilakukannya penyelidikan kejahatan perang terkait hal ini.

Ali sedang tidak berada di rumah ketika tentara Nigeria menyerbu Bita pada Maret 2015 dan menyelamatkan Zara dan sejumlah perempuan lain, membawa mereka ke sebuah kamp pengungsi di Yola, timur laut Nigeria.
Serbuan itu terjadi menyusul meningkatnya pengawasan internasional di Nigeria meningkat setelah penculikan 200 siswi dari sekolah di Chibok, Nigeria Utara, pada April 2014. Insiden itu memicu kemarahan internasional, dengan kampanye #bringbackourgirls menjadi viral di media sosial. Ratusan siswi itu hingga kini belum ditemukan.

Namun, Zara dan Ali tetap berhubungan melalui sambungan telepon hingga tentara Nigeria menyadari bahwa sejumlah gadis yang diselamatkan masih berhubungan dengan militan yang menculik mereka. Tentara Nigeria kemudian menyita ponsel mereka, dan memindahkan mereka ke kamp lain hingga mereka kembali berkumpul dengan keluarganya.

Zara kini tinggal dengan keluarganya dan buah hatinya dengan sang militan di sebuah kota yang sangat jauh dari Izge.

Kembali berkumpul dengan keluarganya, sejumlah kerabat laki-laki Zara kembali mengambil alih kehidupannya lagi. Semua pergerakan Zara, bahkan termasuk permintaan untuk mewawancarainya, dipantau oleh keluarganya.

Namun, ketika dimintai pendapat, Zara mengaku lebih ingin kembali ke pangkuan suaminya, sang militan Boko Haram.

"Jika semuanya tergantung kepada saya, saya akan menghubungi nomor telepon yang dia berikan kepada saya," kata Zara yang menyesal tidak menyimpan nomor ponsel suaminya ke dalam kartu memori.

Namun Zara bersikap realistis dan sadar bahwa kemungkinan dirinya bersatu kembali dengan Ali sangat tipis.

Kini, dia hanya berharap dapat kembali bersekolah ketika Usman tak lagi membutuhkan ASI. Zara juga ingin menjalankan bisnis sendiri.

"Saya ingin menjalankan bisnis yang cocok untuk wanita, sesuatu yang tidak mengharuskan saya keluar dari rumah," katanya.
(stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER