Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan istri pelaku pembajakan pesawat EgyptAir akhirnya angkat bicara. Warga Cyprus ini mengatakan mantan suaminya, Seif Eldin Mustafa, adalah orang yang berbahaya dan tindakannya itu bukan dilakukan atas dasar cinta.
Berbicara untuk pertama kalinya ke media, Marina Paraschou mengatakan pernikahannya dengan Mustafa adalah "masa kelam" dalam hidupnya yang diwarnai dengan kekerasan rumah tangga.
Dia membantah drama pembajakan pesawat EgyptAir oleh Mustafa atas dasar cinta. Mustafa, membawa bom palsu, berhasil memaksa pesawat itu mengalihkan penerbangan dari Mesir ke Cyprus dengan alasan ingin bertemu mantan istri dan anak-anaknya.
"Sebagian besar media menggambarkannya dengan romansa, saat seorang pria mencoba mencari istrinya yang hilang," kata Paraschou kepada surat kabar Cyprus, Phileleftheros, dikutip
The Guardian, Kamis (31/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi hal itu jauh dari kenyataan dan pandangan mereka akan berubah jika tahu apa yang sebenarnya. Itu adalah masa kelam, penuh dengan ancaman, pemukulan, siksaan dan teror dari pria yang tahu cara menimbulkan ketakutan dan menyebar ketidakbahagiaan di sekitarnya," lanjut Paraschou.
Sebanyak 62 penumpang dan kru dibebaskan dengan selamat. Setelah enam jam di bandara Larnaca, akhirnya Mustafa menyerahkan diri.
Dari pernikahan dengan Mustafa tahun 1985, Paraschou, memiliki empat orang anak. Wanita berusia 51 tahun ini mengatakan, Mustafa meninggalkan mereka selama puluhan tahun.
Bahkan saat salah satu dari empat anak mereka meninggal karena kecelakaan lalu lintas, Mustafa tidak terlihat bersedih dan datang di pemakaman.
"Selama 25 dia tidak ingat punya istri dan anak. Sekarang dia ingat?" kata Paraschou kepada media Cyprus lainnya,
Politis.
Sebelumnya dalam pengadilan, Mustafa mengakui tindakannya itu dilakukan karena rindu berat istri dan anak-anaknya. Menurut Paraschou, Mustafa "menggunakan namanya sebagai alasan untuk mencari suaka ke Cyprus."
Pemerintah Mesir yang ingin agar Mustafa diekstradisi mengatakan bahwa pria itu punya catatan kriminal panjang. Dia baru keluar dari penjara pada Maret 2015 setelah dipenjara satu tahun.
Juru bicara pemerintah Cyprus, Nikos Christodoulides, mengatakan Mustafa telah tiga kali dideportasi dari negara itu karena kasus kekerasan rumah tangga dan pelecehan.
"Dia tahu betul soal Cyprus dan tinggal di sini sampai tahun 1994. Setelah itu dia dideportasi tiga kali atas tuduhan kekerasan terhadap istrinya. Satu kali, dia datang ke negara ini dengan paspor palsu," kata Christodoulides.
(ama)