Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Presiden Chad, Hissene Habre, dihukum penjara seumur hidup setelah dinyatakan bersalah atas tuduhan kejahatan perang dan kemanusiaan karena memerintahkan pembunuhan dan penyiksaan terhadap ribuan lawan politik selama delapan tahun masa kepemimpinannya.
Putusan ini akhirnya dibacakan setelah perjuangan panjang selama 16 tahun dari para korban dan kelompok pejuang hak asasi manusia untuk mengadili Habre di Senegal, tempat di mana ia diasingkan setelah penggulingannya pada 1990.
Pria 73 tahun itu akhirnya diadili oleh Pengadilan Khusus Afrika, pengadilan yang dibentuk oleh Senegal dan Uni Afrika pada 2013. Selain melakukan kejahatan perang, Habre juga dinyatakan bersalah atas tuduhan perkosaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbalut jubah putih, penutup kepala, dan kacamatan hitam, Habre mengangkat tangannya dan berteriak kepada para pendukungnya ketika digiring keluar dari ruang sidang setelah pengumuman dibacakan.
Sementara itu, orang-orang di dalam ruang sidang, termasuk para korban, langsung bersorak.
"Setelah perjuangan bertahun-tahun menuju keadilan, putusan ini sangat bersejarah karena sangat sulit. Di dunia yang takut dengan gelombang kekejaman, dampak dari putusan ini bersifat global," ujar Komisaris Tinggi untuk HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa, Zeid Ra'ad Al Hussein.
Perjuangan panjang itu dimulai sejak 1992, ketika Komisi Kebenaran Chad menuntut pemerintahan Habre atas 40 ribu pembunuhan bersifat politis dan penyiksaan sistematis, terutama oleh polisi intelijen.
Diktator Chad ini merupakan sekutu Barat ketika Perang Dingin. Amerika Serikat sendiri turut merayakan kemenangan Habre saat berhasil mendepak pasukan Libya dari Chad. Acara perayaan itu diselenggarakan di Gedung Putih pada 1987 oleh Presiden Ronald Reagan.
Kini, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, menyatakan bahwa putusan terhadap Habre ini merupakan tonggak perjuangan global melawan kekebalan hukum.
"Sebagai negara yang memegang teguh penghargaan terhadap HAM dan keadilan, ini merupakan kesempatan bagi AS untuk berkaca, belajar, mengenai hubungan kami dengan masa lalu Chad," kata Kerry dalam pernyataan resmi yang dikutip
Reuters.
(den)