Propaganda Brexit Dituding Serupa dengan Kampanye Trump

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Rabu, 22 Jun 2016 11:06 WIB
Keduanya menggarisbawahi semangat nasionalisme, nostalgia masa lalu, ketidakpercayaan terhadap elite politik dan ekonomi serta ketakutan terhadap imigran.
Dukungan warga Inggris agar negaranya keluar dari keanggotaan Uni Eropa serupa dengan kampanye capres kontroversial, Donald Trump. (Reuters/Lucas Jackson)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi warga Amerika Serikat, yang selama setahun terakhir dijejali oleh kampanye calon presiden, dukungan warga Inggris agar negaranya keluar dari keanggotaan Uni Eropa, disebut mengingatkan mereka terhadap kampanye capres kontroversial, Donald Trump.

Dalam analisis yang dimuat di Reuters pada Selasa (21/6), propaganda Brexit, atau British Exit, dinilai memiliki semangat yang serupa dengan berbagai kampanye yang diluncurkan Trump. Keduanya menggarisbawahi semangat nasionalisme, nostalgia masa lalu, ketidakpercayaan terhadap elite politik dan ekonomi serta ketakutan terhadap imigran.

Dalam salah satu artikelnya, Reuters menyebut Brexit memiliki semangat "Trump-isme tanpa Trump."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika warga Inggris memilih negaranya keluar dari Uni Eropa dalam referendum yang akan digelar pada Kamis (23/6), maka Inggris akan terlepas dari seluruh kebijakan Uni Eropa, termasuk dapat mengatur sistem perdagangan sendiri dan menerapkan kontrol yang lebih ketat soal imigran yang ingin memasuki Negeri Putih itu.

Hingga kini, satu hari menjelang referendum, jajak pendapat menunjukkan bahwa peluang keluar-tidaknya Inggris dari Uni Eropa masih 50-50.

Trump, yang akan mengunjungi Inggris tepat satu hari setelah referendum digelar, sudah menyatakan dukungannya terhadap kampanye 'Keluar.'

"Saya pribadi lebih cenderung [Inggris] meninggalkan [Uni Eropa], untuk berbagai alasan, salah satunya agar birokrasi berkurang," katanya kepada media Inggris, Sunday Times pada akhir pekan lalu.

Sebagian besar kampanye Trump adalah soal peringatan akan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh imigran, baik dari Meksiko maupun Timur Tengah, di tanah Amerika. Menurut Trump, imigran Meksiko hanya akan menjadi pelaku tindak kriminal, sementara pengungsi Timur Tengah berisiko disusupi militan ISIS.

Untuk mengatasi krisis imigran, solusi yang ditawarkan Trump dalam kampanyenya adalah membangun tembok di sepanjang perbatasan dan melarang semua umat Muslim memasuki AS.

Krisis pengungsi juga menjadi sorotan utama dalam setiap panggung perdebatan Brexit. Warga yang mendukung kampanye 'Keluar' mendesak pemerintah Inggris berbuat lebih banyak untuk membendung arus imigran ekonomi dari Timur Tengah dan negara lainnya.

"Saya melihat tema yang sama: rasa ketakutan yang kuar atas ancaman identitas nasional, antiglobalisasi, nostalgia, dan sentimen terhadap elite yang tidak bertanggung jawab," kata Wendy Rahn, profesor ilmu politik di University of Minnesota yang mempelajari para pemilih Trump.

Kampanye Trump dan gerakan Brexit pun dinilai sebagai dua contoh dari semangat populisme konservatif terhadap imigran yang menyebar ke berbagai negara Eropa.

Dinilai rasis

Seperti Trump, berbagai tokoh yang mendukung gerakan Brexit dinilai rasis dan menyebarkan xenofobia. Salah satunya adalah Nigel Farage, pemimpin Partai Kemerdekaan Inggris, atau UKIP. Farage dan Trump memiliki banyak kesamaan, termasuk sama-sama pebisnis yang menjadi politisi dan antiimigran.

 Nigel Farage, pemimpin Partai Kemerdekaan Inggris, atau UKIP, memiliki banyak kesamaan dengan Trump, termasuk sama-sama pebisnis yang menjadi politisi dan antiimigran.(Reuters/Neil Hall)
Namun, beberapa tokoh gerakan Brexit lainnya tak ingin disamakan dengan Farage. Hal ini juga berlaku kepada para kandidat capres Partai Republik seperti Jeb Bush dan Mitt Romney, yang menjauhkan diri dari Trump. 

Salah satu pendukung kampanye 'Brexit', Justin Bellhouse, menyatakan bahwa larangan Muslim memasuki AS seperti yang diserukan Trump adalah hal yang konyol. Namun, ia setuju bahwa Inggris harus memperketat kontrol terhadap imigran. Hal ini tak ubahnya dengan seruan Trump, "Pekerjaan Amerika untuk warga Amerika."

Selain itu, semboyan kampanye Trump adalah "Membuat Amerika Hebat Lagi" mengacu kepada kejayaan masa lalu, serupa dengan semangat gerakan Brexit, menurut pakar dari Pusat Reformasi Eropa, Charles Grant.

"Terdapat upaya di antara mereka untuk membuat Inggris 'putih' kembali, membuat Inggris lebih aman," ujarnya. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER