Jakarta, CNN Indonesia -- Mizzgin Rumi terlihat penuh emosi ketika menyanyikan lagu tentang penghormatan kepada pasukan Kurdi. Penampilannya yang penuh percaya diri serentak mencuri perhatian para penonton yang ikut terbuai dalam suaranya yang merdu.
Rumi, 19, merupakan satu dari 10 finalis dalam panggung 'Refugees Got Talent' yang digelar di kamp pengungsi Arbat yang berdebu di wilayah semi-otonom Kurdistan, Irak utara. Dikelilingi oleh sekelompok musisi profesional, nyanyian Rumi seperti mewakili perasaan dan beban kehidupan ribuan pengungsi Suriah yang berdiri menonton di hadapannya. Mereka berbagi satu kepedihan yang sama, terpaksa melarikan diri dari konflik yang mendera tanah kelahiran.
Acara ini memang terinspirasi dari seri ajang pencarian bakat yang diciptakan Simon Cowell, 'Got Talent' yang digelar di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris. Digelar oleh Badan Pengungsi PBB, UNHCR, acara ini digelar untuk memperingati Hari Pengungsi Dunia pada awal pekan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumi merupakan finalis yang difavoritkan oleh empat juri dan mendapat sambutan paling meriah dari 7.500 pengungsi Suriah yang mendiami kamp pengungsi itu. Berasal dari kota yang dilanda kecamuk perang, Kobani, Suriah utara, Rumi dan keluarganya sudah tinggal di Arbat selama dua tahun. Hanya seorang saudaranya yang masih berada di Kobani, memilih ikut mengangkat senjata ketimbang melarikan diri.
"Ketika kami meninggalkan [Kobani], kami pikir kami akan kembali," ujar Rumi kepada
Reuters, Selasa (21/6).
Malam yang hangatPerwakilan UNHCR untuk Irak, Bruno Geddo, menyatakan kontes pencarian bakat ini merupakan kesempatan bagi para pengungsi untuk bersama-sama menikmati alunan musik tradisional Kurdi, balada pop, dan irama India yang menggema di malam hari yang hangat.
Geddo memaparkan bahwa peringatan Hari Pengungsi Dunia tak hanya ingin menyoroti penderitaan para pengungsi, namun memperlihatkan bahwa 20 juta orang di dunia yang kini hidup sebagai pengungsi masih mampu bertahan dan melanjutkan hidup meski di tempat penampungan.
Diperkirakan sembilan juta warga Suriah meninggalkan rumah mereka sejak pecahnya perang saudara pada Maret 2011, dengan lebih dari tiga juta orang melarikan diri ke negara tetangga dan sekitar 240 ribu berlindung di wilayah Kurdi di Irak.
UNHCR memperkirakan terdapat hampir 8.000 anak-anak dan pemuda Suriah yang tinggal di Sulaymaniyah dan sebagian besar putus sekolah.
Untuk sementara, beberapa layanan pendidikan dasar untuk anak-anak tersedia hingga kelas sembilan, namun sulit bagi para pengungsi untuk mendapatkan akses pendidikan sekolah menengah dan universitas, terutama karena keluarga mereka tidak memiliki biaya.
Tak dapat melanjutkan sekolah membuat banyak pengungsi muda bosan hidup di kamp. 'Refugees Got Talent' merupakan salah satu wadah bagi para pengungsi muda untuk unjuk kebolehan.
"(Kontes ini) membuat mereka fokus pada sesuatu yang positif. Kami melihat ada semangat dan sukacita di mata para pemuda," ujar Geddo.
"[Acara] Ini sangat memberdayakan. Kami melihat bakat yang luar biasa dan energi pengungsi muda Suriah. Kami ingin membantu mereka menunjukkan potensi mereka," katanya.
Menari IndiaSelain Rumi, ada juga penari India ensamble ABCD (Anybody Can Dance) yang terdiri dari lima gadis pengungsi yang dipimpin oleh Rojbin Baroodo, 17 tahun. Mereka menari mengenakan celana jins dan t-shirt.
 Salah satu penampil di Refugees Got Talent menari India. (Thomson Reuters Foundation/Andrea DiCenzo) |
"Menari adalah hidup saya," kata Baroodo, pengungsi yang dipindahkan ke wilayah Kurdi, Irak, dua tahun lalu setelah melarikan diri dari kota Hasakah, Suriah, bersama dengan keluarganya.
"Musik India tidak populer di Suriah, tapi ketika saya mulai melakukannya [menari dan mengajar] ini menjadi populer," katanya dalam bahasa Inggris dengan aksen yang sempurna.
"Saya ingin menjadi penari tapi keluarga saya bilang tidak bisa karena saya seorang gadis. Sulit memberitahu mereka soal keinginan saya menari. Mereka mengatakan ini adalah terakhir kali [saya bisa menari] selanjutnya saya akan menari [hanya] di rumah," kata Baroodo.
Salah satu anggota ABCD dan rekan menarinya, Amal Mohammad, mengangguk setuju, menceritakan reaksi orangtuanya ketika mengetahui ia suka menari.
"Awalnya orang tua saya bilang itu memalukan, tetapi jika kita terus menari, saya percaya orang akan meniru kami dan semua ini akan terasa normal saja," kata Mohammad.
Amal Sleman, anggota dari kelompok tari Khalat, yang juga berpartisipasi dalam ajang pencarian bakat itu menyatakan acara semacam ini tak akan pernah terlupakan.
"Saya senang ketika semua teman-teman saya dapat berkumpul bersama dan menikmati sesuatu yang membuat kami semua bahagia," katanya.
(ama/stu)