Penikam Jepang Tewaskan 19 Penyandang Disabilitas saat Tidur

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Selasa, 26 Jul 2016 16:45 WIB
Pelaku penikaman di fasilitas penyandang disabilitas di Jepang dilaporkan menyerang 19 pasien hingga tewas saat para korban dalam keadaan tidur.
Setelah melakukan penyelidikan awal, polisi menemukan menemukan satu tas berisi beberapa pisau, setidaknya satu di antaranya sudah berlumuran darah. (Reuters/Issei Kato)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaku penikaman di fasilitas penyandang disabilitas di Jepang dilaporkan menyerang 19 pasien hingga tewas dan melukai 25 orang lainnya saat para korban dalam keadaan tidur.

Staff di fasilitas Tsukui Yamayuri-En, Sagamihara, tersebut menelepon polisi pukul 02.30 waktu setempat, mengatakan bahwa ada seorang pria memakai kaos dan celana hitam dengan pisau di tangannya.

"Ini merupakan insiden yang menyedihkan dan sangat mengejutkan di mana orang-orang tak bersalah menjadi korbannya," ujar Kepala Sekretaris Kabinet, Yoshihide Suga, seperti dikutip Reuters, Selasa (26/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah melakukan penyelidikan awal, polisi menemukan menemukan satu tas berisi beberapa pisau, setidaknya satu di antaranya sudah berlumuran darah.

Sang pelaku akhirnya menyerahkan diri kepada polisi. Pria itu teridentifikasi bernama Satoshi Uematsu dan ternyata merupakan bekas pegawai di fasilitas tersebut.

Pada Februari lalu, ia pernah menulis surat yang berisi bahwa ia dapat membasmi 470 orang penyandang disabilitas.

Ia mengatakan bakal membunuh 260 penyandang disabilitas di dua fasilitas berbeda pada saat malam. Namun, ia tidak akan melukai karyawan di fasilitas itu.

"Tujuan saya adalah sebuah dunia di mana penyandang disabilitas dapat disuntik mati dengan persetujuan wali mereka, jika mereka tidak dapat tinggal di rumah dan aktif di lingkungan sosial," tulis Uematsu dalam surat yang kini sudah diserahkan ke majelis rendah parlemen Jepang.

Menurut seorang pejabat di Sagamihara, Uematsu sebenarnya sudah dibawa ke rumah sakit setelah isi surat tersebut terkuak. Namun, Uematsu akhirnya dibebaskan pada 2 Maret lalu, setelah seorang dokter menyatakan bahwa ia sudah pulih.

Insiden ini pun menggemparkan Jepang, terutama para warga di Sagamihara. Pembunuhan terakhir di wilayah itu terjadi pada sepuluh tahun lalu.

"Kota ini sangat damai dan tenang. Saya tidak pernah berpikir akan ada insiden semacam ini terjadi di sini," ujar seorang penduduk, Oshikazu Shimo.

Pembunuhan massal seperti ini memang dianggap sangat jarang terjadi di Jepang. Jika ada, biasanya pembunuhan massal dilakukan dengan cara penikaman. Pasalnya, Jepang menerapkan aturan ketat sehingga sangat jarang warga sipil yang memiliki senjata api.

Pembunuhan massal di Jepang mulai menjadi sorotan pada 1995, ketika seorang anggota sekte hari kiamat menewaskan 12 orang dan ribuan penumpang lainnya sakit dalam serangan gas sarin di lima kereta bawah tanah Tokyo.

Pada 2001, delapan anak ditikam hingga tewas di sekolah mereka di Osaka oleh seorang mantan penjaga. Tujuh tahun kemudian, tepatnya 2008, seorang pria menerobos kerumunan dengan truk dan mulai menikam orang-orang di Akihabara. Tujuh orang tewas akibat insiden ini.

Setelah insiden itu, pemerintah Jepang merevisi Undang-Undang Kontrol Senjata Api dan Pedang. Hukum itu melarang kepemilikan pedang bermata dua dan mengetatkan aturan kepemilikan senjata lainnya. (stu/stu)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER