Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan perdana menteri Thailand Yingluck Shinawatra menolak rancangan konstitusi yang dibentuk oleh para jenderal yang menggulingkan pemerintahnya dua tahun lalu. Yingluck menyatakan akan memilih menentang rancangan konstitusi itu pada referendum yang akan digelar 7 Agustus mendatang.
Referendum merupakan langkah penting bagi pemerintah juta militer Thailand yang mengambil alih kekuasaan usai kudeta pada Mei 2014 lalu. Pasalnya, referendum ini akan mencoba menentukan bentuk sistem politik yang diharapkan dapat mengakhiri gejolak ekonomi yang telah melanda negara terbesar kedua di Asia Tenggara selama satu dekade terakhir.
Kritikus mengatakan rancangan konstitusi tersebut akan memperkuat kekuasan militer di Thailand, dan melemahkan pemerintahan yang terpilih secara demokratis. Para pakar juga pesimistis rancangan konstitusi ini mampu meredakan perpecahan politik di Thailand.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Partai Yingluck telah menolak rancangan konstitusi, begitu juga dengan pemimpin partai oposisi. Menurutnya, rancangan konstitusi itu tidak sesuai dengan semangat demokrasi.
"Setelah mengikuti proses dan melihat isi rancangan [konstitusi] selama ini, saya melihat bahwa [rancangan] itu tidak sejalan dengan demokrasi," kata Yingluck di akun Facebook miliknya, dikutip dari
Reuters, Selasa (2/8).
"Oleh karena itu, saya menolak rancangan ini," katanya, sembari menambahkan bahwa ia akan memilih "Tidak" pada referendum hari Minggu mendatang.
Yingluck merupakan adik dari mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, yang juga digulingkan dalam kudeta. Yingluck dilengserkan oleh majelis junta yang ditunjuk terkait program subsidi berasnya yang dinilai gagal. Yingluck juga dilarang berpolitik selama lima tahun.
Militer menyatakan konstitusi yang diusulkan akan membuka jalan bagi pemilihan umum tahun 2017 mendatang. Militer berjanji akan memastikan politik yang bersih dan stabil di negara kerap diguncang kudeta ini.
Para pakar menilai rancangan konstitusi itu bertujuan untuk agar pemerintah dipilih melalui majelis tinggi yang ditunjuk parlemen.
Pekan lalu, mantan perdana menteri Abhisit Vejjajiva, pemimpin Partai Demokrat dan mantan saingan Yingluck ini, juga menolak rancangan konstitusi itu. Ia menilai rancangan ini tidak akan membantu perpolitikan Thailand.
Pemerintah Thailand sudah menahan berbagai pengkritik pemerintah yang meluncurkan kritik soal rancangan konstitusi tersebut. Thailand bahkan
memperkenalkan hukuman penjara 10 tahun bagi siapa pun yang berkampanye menjelang pemungutan suara.
Seorang mantan anggota parlemen dari partai pimpinan Yingluck dan 10 orang lainnya didakwa atas tuduhan penghasutan dan tindakan kriminal pada Selasa. Mereka dituduh mencoba menyebarkan informasi yang salah soal konstitusi.
Selain itu, 19 pendukung keluarga Shinawatra juga ditahan pada Selasa karena melanggar larangan pertemuan, setelah mencoba mendirikan pusat pemantauan referendum. Pusat pemantauan ini bertujuan untuk mencegah kecurangan suara.
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengatakan pemilu akan diselenggarakan pada 2017 terlepas dari apapun hasil referendum tersebut.
(ama)