Warga Thailand Peringati 70 Tahun Kepemimpinan Raja Bhumibol

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Kamis, 09 Jun 2016 13:30 WIB
Tujuh dekade memegang takhta, Raja Bhumibol, 88, dipandang oleh banyak warga Thailand sebagai pilar stabilitas nasional dan bapak bangsa.
Semarak perayaan tujuh dekade kepemimpinan Raja Bhumibol Adulyadej mulai terasa di berbagai penjuru Thailand pekan ini. (Reuters/Jorge Silva)
Jakarta, CNN Indonesia -- Semarak perayaan tujuh dekade kepemimpinan Raja Bhumibol Adulyadej mulai terasa di berbagai penjuru Thailand pekan ini. Foto sang raja berkaca mata itu mendominasi ruang publik, terpampang di papan reklame di gedung-gedung pencakar langit hingga menghiasi sejumlah ruas jalan perumahan sempit.

Setelah tujuh dekade memegang takhta, Raja Bhumibol, 88, dipandang oleh banyak warga Thailand sebagai pilar stabilitas nasional. Sebagian besar warga Thailand tidak mengenal raja selain Bhumibol Adulyadej. Perayaan tujuh dekade kepemimpinannya akan digelar pada Kamis (6/9), meski kesehatan sang raja dikabarkan terus menurun.

Perayaan akan mencakup upacara keagamaan sejak pagi hari yang dipimpin oleh 770 biksu Buddha. Jumlah biksu merepresentasikan angka keberuntungan di Negeri Gajah Putih ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perayaan ini akan bertujuan sebagai pengingat bagi warga Thailand terhadap hubungan mereka dengan raja yang dianggap sebagai bagian integral dari identitas Thailand dan bapak bangsa.

Perayaan ini juga diperkirakan akan menjadi ajang mendekatkan publik Thailand kepada putra mahkota Vajiralongkorn, 63, yang akan memegang takhta usai sang raja wafat. Pangeran Vajiralongkorn nampaknya belum mendapatkan popularitas yang besar seperti ayahnya.

"Hubungan antara rakyat Thailand dan raja sangat dalam, lebih dari yang dapat dijelaskan," kata Kolonel Winthai Suvaree, juru bicara loyalis junta kepada Reuters.

"Dia adalah seorang ayah untuk bumi Thailand," ujarnya.

Raja Bhumibol naik takhta pada 1946, ketika dia baru berusia 18 tahun. Raja muda itu memegang tugas berat, yakni menyelamatkan monarki di tengah pergolakan rakyat usai berakhirnya sistem monarki absolut pada 1932.

Dalam sejumlah biografi raja, awal kepemimpinan Bhumibol digambarkan sebagai masa-masa nadir monarki Thailand.

Namun, selama dekade berikutnya, sang raja muda dipuja oleh jutaan warga lantaran bantuannya yang masif dalam bidang kesehatan masyarakat dan pembangunan pedesaan. Dengan citra yang baik ini, monarki kembali menonjol di negara yang sistem politiknya kini dikuasai junta militer.

Tercatat, militer Thailand sudah melakukan 19 kudeta atau percobaan kudeta sejak berakhirnya monarki absolut. Namun, pihak militer cenderung loyal kepada kerajaan dan kerap kali menggunakan sentimen membela raja sebagai alasan kudeta.

Leste majeste

Tiap kali konvoi monarki melintas di ruas jalan, seperti saat ulang tahun anggota keluarga kerajaan, warga Thailand akan berkumpul dan bersorak menyambutnya.

Sebagian warga menilai hal ini merepresentasikan kepatuhan rakyat Thailand terhadap kerajaan. Namun, sebagian lainnya tak menyangkal perayaan ini semata upaya mencegah sikap penghinaan terhadap kerajaan.

Thailand memiliki hukum leste majeste, yakni kebijakan khusus untuk melindungi keluarga kerajaan dari penghinaan.

Di bawah hukum itu, warga yang dianggap mencemarkan nama baik, menghina atau mengancam raja, ratu, pewaris tahta atau pemimpin daerah setempat bisa menjalani hukuman penjara.

Namun untuk sebagian besar warga Thailand, penghormatan mereka terhadap Raja Bhumibol merupakan sikap yang tulus.

"Dia mengunjungi kami ke seluruh penjuru daerah, bertemu dengan rakyat, mendengarkan keluhan kami dan menyelesaikan masalah yang ada. Itulah mengapa kami mencintainya," ujar Yaovapha Thaitae, seorang tukang mie yang berdagang dekat rumah sakit di Bangkok, di mana sang raja tengah dirawat.

Pekan lalu, pihak kerajaan mengumumkan bahwa Raja Bhumibol Adulyadej tengah menjalani perawatan intensif karena mengalami kontraksi otot jantung yang tidak teratur. Kondisi ini membuat sang raja harus mengkonsumsi antibiotik serta dibantu alat pernapasan.

Istri sang raja, Ratu Sirikit, 83, juga dilaporkan tengah sakit. Dalam pernyataan istana bulan lalu disebutkan bahwa Ratu Sirikit menderita "kekurangan darah di otak.

Kondisi kesehatan sang raja yang terus menurun kerap dinilai berdampak pada ketidakstabilan politik di negara itu selama beberapa dekade. Kubu militer di bawah kepemimpinan Prayuth Chan-ocha mengambil alih kekuasaan dari perdana menteri sebelumnya dalam aksi kudeta dua tahun lalu. (ama/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER