Jakarta, CNN Indonesia -- Utusan khusus pemerintah Filipina ke China, Fidel Ramos, menyatakan bahwa Manila ingin berdiskusi formal dengan Beijing untuk mengeksplorasi kemungkinan perdamaian dan kerja sama terkait sengketa di Laut China Selatan pekan ini.
Ramos merupakan perwakilan khusus yang dikirim oleh Presiden Filipina Rodrigo Duterte untuk mengunjungi Hong Kong dan China pekan ini. Tujuan mantan presiden Filipina ke Negeri Tirai Bambu adalah untuk menghidupkan kembali hubungan dengan China yang memburuk akibat sengketa maritim di salah satu jalur perdagangan tersibuk dunia itu.
Usai bertemu dengan mantan Wakil Menteri Luar Negeri China Fu Ying, Jumat (12/8), Ramos dan Fu merilis pernyataan bersana bahwa "diskusi informal mereka berfokus pada kebutuhan menggelar pembicaraan lebih lanjut demi memupuk kepercayaan dan keyakinan serta mengurangi ketegangan dan membuka jalan bagi [kemungkinan] kerja sama secara keseluruhan."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan itu juga menyebutkan bahwa China menyambut Ramos untuk mengunjungi Beijing. "Ini bukan sebuah terobosan, dalam arti bahwa tidak ada ketegangan yang kami pecahkan di sini, di Hong Kong, namun ikan yang kami makan dimasak dengan resep lezat," Ramos kepada para wartawan, yang sebelumnya menyebut kunjungannya tersebut sebagai ekspedisi memancing.
Pernyataan itu menambahkan bahwa baik Beijing dan Manila akan berusaha untuk meningkatkan kerja sama perikanan, pelestarian kelautan, dan pariwisata meskipun itu tidak menyebutkan spesifik soal Laut Cina Selatan. Namun, tidak ada kerangka waktu yang disebutkan dalam rencana diskusi ini.
Ramos mengatakan bahwa dalam pertemuannya dengan Fu, tidak ada pihak yang menegaskan klaim mereka di daerah yang disengketakan di Laut China Selatan, seperti Scarborough Shoal dan Mischief Reef.
"Tidak ada diskusi tentang aspek tertentu, kecuali untuk menyebutkan hak menangkap ikan bersama," kata Ramos, dikutip dari
Reuters.
Pernyataan itu menyebutkan bahwa diskusi formal akan dilakukan secara tertutup. Ramos juga menekan bahwa saluran diskusi dengan China kini tengah berlangsung.
China mengklaim sekitar 90 persen wilayah Laut China Selatan, salah satu perairan tersibuk dunia dengan nilai perdagangan yang melewatinya mencapai US$5 triliun dan diyakini kaya minyak. Namun, klaim China tumpang-tindih dengan Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam.
China merebut Scarborough Shoal di Kepulauan Spratly pada 2012 dan menolak akses nelayan Filipina di kepulauan itu. Tindakan Beijing ini mendorong Manila untuk mengajukan gugutan hukum ke pengadilan arbitrase internasional untuk menantang klaim China di perairan itu.
Pengadilan yang berbasis di Den Haag, Belanda, memutuskan pada pertengahan Juli lalu bahwa tidak satupun dari terumbu karang dan pulau buatan yang didirikan China di Kepulauan Spratly membuat China berhak mengklaim zona ekonomi eksklusif sepanjang 200 mil laut. Keputusan ini diabaikan oleh China.
Ramos menjabat sebagai presiden Filipina periode 1992-1998, ketika China menduduki Mischief Reef. Ramos menerima tawaran Duterte untuk menjadi perwakilan Filipina ke China pekan ini untuk mengeksplorasi kemungkinan diskusi dan bilateral dengan China soal sengketa maritim kedua negara.
Sejak menjabat sebagai presiden pada Juni lalu, Duterte mengisyaratkan kesediaan yang lebih besar untuk berdiskusi dengan China terkait sengketa di Laut China Selatan ketimbang pendahulunya, Benigno Aquino II.
(ama/den)