Jakarta, CNN Indonesia -- Raja Thailand Bhumibol Adulyadej meninggal dunia di usia 88 tahun pada Kamis (13/10). Kematiannya sekaligus mengakhiri gelarnya sebagai raja yang paling lama memimpin di dunia.
Bhumibol adalah raja kesembilan dari Dinasti Chakri yang memerintah sejak Juni 1946. Ia merupakan raja dengan masa kepemimpinan terpanjang yakni sekitar 70 tahun.
Pada tahun 2008 hingga 2013, Majalah Forbes menyatakan Bhumibol termasuk dalam bangsawan terkaya di dunia dengan kekayaan mencapai US$30 miliar pada 2010.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria kelahiran Massachusetts, Amerika Serikat, pada 5 Desember 1927 ini merupakan anak kedua dari Pangeran Mahidol.
Bhumibol melanjutkan takhta sebagai raja Thailand pada usia 18 tahun setelah saudaranya, Raja Ananda Mahidol meninggal akibat luka tembak di tahun 1946.
Sebelum dinobatkan sebagai raja pada 1950, Bhumibol pergi ke Swiss untuk melanjutkan studinya. Saat itu Thailand berada di bawah kekuasaan militer.
Bhumibol menikah dengan Sirikit Kittiyakara pada tahun 1950. Dihormati sebagai bapak bangsa, banyak masyarakat Thailand yang menyamakan Bhumibol dengan Buddha.
Mengkritik keluarga kerajaan tidak hanya dianggap tabu tapi juga melawan hukum. Kebijakan lese majeste yang diterapkan dengan ketat di negara itu memaksa rakyatnya untuk menghormati Bhumibol dengan mewajibkan gambar dan foto-fotonya pada toko-toko, restoran, dan rumah warga.
Kerajaan Thailand tidak memiliki kekuatan formal dalam pemerintahan dan pembuatan kebijakan. Kontitusi kerajaan tidak dilihat sebagai yang lebih tinggi dari politik. Namun dalam berbagai peristiwa, terutama ketika terjadi pergolakan politik dan keamanan, peran Bhumibol sangat penting.
[Gambas:Video CNN]Kerap turun tangan menengahi konflik masyarakat di negaranya, Bhumibol telah melampaui kewenangan yang ditetapkan konstitusi terhadap dirinya.
Pada Oktober 1973, Bhumibol berhasil menghentikan konflik berdarah antara mahasiswa dan pemerintah militer. Bhumibol saat itu meminta para jenderal untuk turun dari jabatan dan meninggalkan negara itu.
Pada Mei 1992, Bhumibol kembali melerai bentrokan yang terjadi antara tentara dan ratusan ribu warga pro demokrasi. Bentrokan itu menewaskan 52 orang dan ratusan terluka, sedikitnya 3.500 orang ditahan.
Bhumibol merasa dirinya juga tidak akan selamat jika dikudeta. Oleh sebab itu dia membangun hubungan yang dekat dengan militer. Diduga dia mendukung penggulingan Thaksin Shinawatra dalam kudeta militer tahun 2006.
(den)