Jakarta, CNN Indonesia -- Kamar asrama berukuran kecil di pedalaman kota Kirkuk, Irak, itu tampak porak poranda. Di atas empat dipan kasur, beberapa selimut dibiarkan berantakan, sementara lantai keramik abu-abu diselimuti debu dan dipenuhi sampah. Sandal, sepatu dan gantungan baju berserakan.
Kamar itu menjadi saksi bisu kisah mendebarkan tujuh gadis Kristen yang bersembunyi selama tujuh jam dari militan ISIS yang sempat menduduki kota itu.
Militan ISIS mencapai Kirkuk dalam pelarian dari kota Mosul yang digempur oleh pasukan Irak dalam beberapa pekan terakhir. Ketika kota mereka diduduki ISIS, Monaly Najeeb dan enam rekannya terpaksa meninggalkan kampus mereka di Mosul dan melarikan diri dari rumah mereka di Qaraqosh, salah satu kampung Kristen terbesar di Irak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka kemudian ditampung di asrama yang terletak di kompleks gereja di Kirkuk, wilayah yang dikuasai warga Kurdi. Di asrama itu, Najeeb dan teman-temannya dapat kembali melanjutkan studi teknik, beribadah dan bersenda gurau, sejenak melupakan konflik berkepanjangan yang mendera negara mereka.
Namun, Jumat (21/10) merupakan hari terakhir kamar ini menjadi tempat perlindungan mereka. Sekitar pukul 4 pagi, para gadis Kristen ini terbangun mendengar suara rentetan tembakan dan ledakan di luar asrama. Mereka sudah menduga ISIS akan melarikan diri ke kota yang hanya berjarak 160 km sebelah selatan Mosul ini.
Tak ada waktu untuk melarikan diri, kali ini Monaly dan teman-temannya mencoba bertahan hidup dengan tetap berada di kamar kecil itu. Suara sekelompok pria terdengar mendobrak pintu, memasuki asrama lewat dapur.
Tak sempat berpikir panjang, ketujuh gadis itu langsung bersembunyi di bawah dipan kayu, membawa selimut dengan harapan dapat melindungi mereka dari peluru.
Monaly ingin berteriak minta tolong. Tetapi ia tak berani mengambil risiko membocorkan keberadaan mereka kepada militan ISIS. Ia dan enam temannya sudah yakin maut di depan mata.
Mereka akhirnya hanya bisa terdiam, ingin sekali tidak bernafas sehingga tak menimbulkan suara dan berharap tak ada bunyi apapun dari ponsel mereka. Sembari berdoa, Monaly kemudian mengirimkan pesan singkat kepada pendeta Roni Momika.
"Bapa, tolong kami. Bisakah Anda sedang bersama tentara?" ujarnya kepada pendeta muda yang berada di Erbil dan menjadi salah satu tokoh pemimpin warga Kristen di Irak.
"Berdoalah. Kamu akan dilindungi," hanya itu balasan sang pendeta.
Para gadis kemudian meringkuk ketakutan ketika militan memasuki kamar mereka. Dari perbincangan, dipastikan sekelompok pria itu adalah pejuang ISIS.
Para pria itu kemudian duduk di kasur, tepat di atas mereka bersembunyi, dan makan makanan yang diambil dari dapur. Mereka kemudian memeriksa tas para gadis dan membongkar pakaian mereka.
Tak lama, seorang militan membawa pejuang lain yang terluka dari peperangan di luar asrama. Satu militan dibawa ke kamar itu dan ditempatkan di atas kasur tempat Monaly dan temannya bersembunyi. Darah keluar dengan deras membasahi kasur, menetes hingga tempat persembunyian Monaly.
Pejuang ISIS lainnya mengambil satu selimut untuk menutupi darah rekannya. Beruntung, selimut yang diambil bukanlah selimut yang membantu Monaly untuk bersembunyi.
Lebih dari tujuh jam berlalu dan ketujuh gadis itu masih diam membisu di tempat mereka. Entah keajaiban datang dari mana, pejuang militan ISIS itu kemudian mendapat telepon dari rekan mereka, dan mendesak untuk segera meninggalkan gedung dan melarikan diri.
Kesempatan ini tak disia-siakan Monaly dan teman-temannya. Meski tahu bahwa militan ISIS masih berada di dalam asrama karena terdengar bunyi suara air di toilet, para gadis perlahan keluar dari persembunyian mereka dan segera menuju pintu belakang asrama. Mereka kemudian memanjat tembok setinggi delapan kaki, dengan kursi yang berada di depan tembok itu.
Bercerita kepada
CNN, Monaly pada awalnya enggan menyebutkan nama aslinya. Namun, dia berubah pikiran. Ia ingin dunia tahu apa yang dia dan teman-temannya hadapi.
Dia berhasil selamat dari militan ISIS. Monaly mengaku, itu hal paling mengerikan sepanjang hidupnya, dan kini dia tak takut akan apapun lagi.
(den)