Jakarta, CNN Indonesia -- Laporan mengejutkan yang dirilis badan PBB pemerhati pendidikan dan budaya, UNESCO, pada pekan ini menunjukkan bahwa seorang wartawan terbunuh setiap 4,5 hari.
Dalam laporan berjudul the Safety of Journalists and the Danger of Impunity yang dirilis Rabu (2/11), Direktur Jenderal UNESCO memaparkan terdapat sekitar 827 jurnalis tewas saat melaksanakan tugas dalam satu dekade terakhir.
Diberitakan
Al-Arabiya, UNESCO menyebut jumlah kasus kematian wartawan terbanyak terjadi pada 2015 dengan 115 kasus. Laporan ini juga menunjukkan bahwa sejumlah negara Arab, seperti Suriah, Irak, Yaman, dan Libya menjadi wilayah paling tidak aman bagi wartawan dengan jumlah kasus kematian terbanyak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama kurun waktu 2014-2015, terdapat 213 kasus kematian wartawan di penjuru dunia. Sebanyak 78 kasus di antaranya terjadi di negara Arab seperti Suriah, Irak, Yaman, dan Libya.
Sementara, Amerika Selatan disebut sebagai wilayah dengan jumlah kasus kematian jurnalis terbesar kedua di dunia. Sebagian besar kasus kematian dalam dua tahun terakhir berada pada wilayah perang dan konflik.
Tak hanya di wilayah berkonflik, jumlah kematian wartawan juga meningkat di Eropa Barat dan Amerika Utara. Sepanjang 2015, tercatat 11 kasus kematian wartawan di kedua wilayah tersebut. Padahal sepanjang 2014, tidak ada satu pun kasus kematian wartawan di kedua wilayah.
Menurut laporan UNESCO, risiko kematian wartawan lokal lebih tinggi dibandingkan dengan wartawan asing. Namun pada 2014 terjadi lonjakan kematian wartawan asing dibandingkan pada empat tahun sebelumnya.
Pada 2015, jumlah kematian wartawan digital mencapai 21 kasus, padahal pada 2014 tidak ada kasus kematian yang tercatat.
Jumlah kematian wartawan pria sepuluh kali lebih besar dari jumlah kematian wartawan wanita. Sebanyak 195 wartawan pria tewas di medan perang selama 2014-2015.
"Maraknya risiko yang kerap dihadapi para wartawan ini tergambar dengan banyaknya kasus kematian wartawan yang tercatat oleh UNESCO dalam 10 tahun belakangan ini," bunyi laporan itu.
Laporan ini juga menyebutkan, kematian bukan satu-satunya ancaman bahaya yang kerap dihadapi para wartawan. Penculikan, penahanan, penyiksaan, dan intimidasi juga mengintai wartawan saat melaksanakan peliputan di lapangan.
Di Indonesia sendiri, sedikitnya tiga kasus kematian wartawan terjadi di tanah air selama kurun waktu 2006-2015. Dua kasus di antaranya sudah terselesaikan.
Ketiga wartawan yang tewas itu bernama Leiron Kogoya, wartawan surat kabar lokal di Papua yang tewas pada April 2012; Herliyanto, wartawan lepas tewas pada Mei 2006, dan Mohammad Sayuti, wartawan lokal Makasar yang tewas pada Juni 1997.
(ama/ama)