Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan Jerman, Ursula von der Leyen, menilai bahwa Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, tidak seharusnya menganggap Pakta Pertahanan Negara Atlantik Utara, atau NATO, hanyalah sebagai sebuah kesepakatan bisnis biasa.
Leyen mengaku khawatir Trump tidak memahami pentingnya NATO bagi AS dan negara anggota lainnya. Trump harus bisa menganggap NATO sebagai aliansi negara yang memiliki kepentingan dan tujuan sama.
"Semoga penasihat Trump nanti akan memberitahukannya (tentang pentingnya NATO). Ia butuh belajar bahwa NATO bukan hanya sebuah bisnis. NATO bukan perusahaan," ucap von der Leyen seperti dikutip
Reuters, Kamis (10/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komentar ini dilontarkan Leyen di sebuah acara televisi
SDF, menanggapi kemenangan Trump sebagai pemimpin baru Negeri Paman Sam itu.
Pasalnya, pada masa kampanye konglomerat asal New York itu pernah menyinggung bahwa jika berhasil menjadi presiden, maka dia akan mengabaikan jaminan pertahanan NATO, yang dinilai hanya merugikan AS.
Trump menilai bahwa Washington akan membela anggota NATO lainnya, hanya jika mereka telah "memenuhi kewajiban mereka kepada kami."
Dalam kampanye, Trump bahkan berjanji akan memaksa negara sekutu untuk turut mendanai biaya pertahanan yang selama beberapa dekade ini ditanggung oleh Amerika Serikat.
Sebelum terpilih menjadi presiden AS, Trump juga pernah berjanji akan membatalkan perjanjian lama yang dia anggap tidak menguntungkan AS, dan mendefinisikan kembali apa artinya menjadi sekutu Washington.
"Anda tidak bisa menggunakan pemikiran untuk mendapatkan uang serta keuntungan sebanyak mungkin (dari NATO) dan mengatakan 'masa lalu tidak berarti, nilai kebersamaan tidaklah penting'," ucap Leyen.
Leyen juga menganggap, sikap Trump terlalu dekat dengan presiden Rusia Vladimir Putin, yang sangat dihindari Jerman dan NATO akibat potensi serangan Rusia terhadap negara Baltik dan Eropa barat lainnya.
Ia menegaskan, Trump harus bisa menegaskan sikapnya sebagai presiden AS dalam mempertahankan hukum, perdamaian, dan demokrasi ketimbang mendekatkan diri pada 'musuh'.
"Donald Trump harus bisa mengatakan secara jelas berada di pihak mana dirinya. Apakah dia berada di pihak yang ingin pertahankan hukum dan perdamaian, atau pada pihak yang hanya memperdulikan mencari kawan baik (bersama Putin)," tegas Leyen.
(ama)