Usai Castro Wafat, Trump Ancam Hentikan Normalisasi AS-Kuba

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Selasa, 29 Nov 2016 09:03 WIB
Donald Trump mengancam akan menghentikan normalisasi hubungan antara Washington dengan Havana, kecuali Kuba membuat kesepakatan yang lebih baik.
Donald Trump mengancam akan menghentikan normalisasi hubungan antara Washington dengan Havana, kecuali Kuba membuat kesepakatan yang lebih baik. (Reuters/Jonathan Ernst)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan menghentikan "kesepakatan" antara Washington dengan Havana, kecuali Kuba membuat kesepakatan yang lebih baik. Pernyataan ini dilontarkan Trump hanya tiga hari usai pemimpin revolusi Kuba, Fidel Castro, wafat di usia 90 tahun pekan lalu.

Komentar Trump tersebut merujuk kepada upaya normalisasi hubungan antara kedua negara yang telah menjadi rival Perang Dingin selama lebih dari lima dekade. Normalisasi itu disepakati kedua negara pada akhir 2014 dan mulai diterapkan pada 2015, di penghujung pemerintahan Presiden petahana AS, Barack Obama.

Meski demikian, dalam berbagai janji kampanyenya, Trump bersumpah akan meninjau ulang berbagai kesepakatan normalisasi hubungan AS-Kuba, yang menyangkut hubungan diplomatik, ekonomi dan perdagangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada Senin (28/11), Trump kembali menegaskan janjinya tersebut dan mengancam normalisasi hubungan AS Kuba akan berhenti, jika Havana tidak memberikan "kesepakatan" yang lebih baik.

"Jika Kuba tidak bersedia membuat kesepakatan yang lebih baik untuk rakyat Kuba, rakyat Kuba ataupun AS, serta seluruh warga AS, saya akan mengakhiri kesepakatan," kata Trump melalui kicauannya di Twitter.

Warga Kuba mengaku khawatir bahwa di era pemerintahan Trump, Washington akan menutup hubungan perdagangan dan wisata dengan Havana, yang sudah mulai menggeliat sejak dibuka kembali dua tahun terakhir.

Pada Senin, sejumlah maskapai penerbangan AS bahkan membuka rute penerbangan baru yang memungkinkan penumpang tiba di Havana tanpa transit, kali pertama sejak 50 tahun terakhir.

Kicauan Trump tersebut diunggah hanya dua hari setelah pemimpin revolusi Kuba, Fidel Castro, wafat pada Jumat (25/11) dalam usia 90 tahun. Fidel merupakan pemimpin nasionalis yang memimpin negara di kawasan kepulauan Karibia itu selama setengah abad, namun dengan berbagai catatan soal pelanggaran HAM.

Selama kampanye, Trump menilai bahwa upaya normalisasi hubungan diplomatik AS dengan Kuba merupakan langkah yang baik, namun seharusnya Obama mendapatkan kesepakatan yang lebih baik.

Newsweek melaporkan bahwa salah satu perusahaan milik Trump dikabarkan tengah berusaha untuk melakukan bisnis di negara pulau yang dipimpin oleh adik Castro, Raul Castro.

Pada Sabtu (26/11), Trump mengatakan bahwa pemerintahannya akan "melakukan semua yang kami bisa" ketika telah resmi menjabat di Gedung Putih pada 20 Januari mendatang untuk meningkatkan kebebasan dan kemakmuran bagi rakyat Kuba setelah kematian Castro.

Tim transisi Trump menyarankan bahwa konglomerat New York itu bisa menerapkan kebijakan yang lebih menguntungan AS dalam upaya normalisasi dengan Kuba, dengan menunjuk Mauricio Claver-Carone, advokat terkemuka untuk mempertahankan embargo ekonomi, serta Robert Blau, diplomat anti-komunis yang secara terbuka memusuhi pemerintahan Castro ketika ditempatkan di Havana selama pemerintahan Presiden Republik George W. Bush.

Banyak warga Kuba yang menentang rencana kebijakan Trump tersebut dan menilai masalah utama mereka adalah embargo ekonomi AS.

"Kami telah hidup selama 50 tahun dengan blokade AS sehingga kita akan terus hidup dengan cara yang sama dengan atau tanpa Trump," Teresa Almentero, 52, seorag pengusaha cerutu yang tengah memperingati wafatnya Castro di Revolution Square.

"Dia tidak membuat saya takut, tidak juga bisa menakuti warga Kuba lainnya," tuturnya. (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER