Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Rakhine Kofi Annan menyebut tuduhan genosida tidak bisa dilontarkan begitu saja pada pemerintah Myanmar meskipun serangkaian kekerasan bahkan pembunuhan terhadap etnis minoritas Muslim terus terjadi di negara itu.
Annan yang juga mantan Sekretaris Jenderal PBB menyatakan, "tinjauan dan ketetapan hukum" diperlukan untuk bisa menyimpulkan suatu pihak telah melakukan genosida. Ia berujar, tudingan ini "tidak bisa begitu saja" dilontarkan kepada suatu negara.
Dalam kunjungan ke Myanmar sejak Jumat pekan lalu bersama delapan komisioner lainnya, Annan tetap menyatakan prihatin atas laporan dugaan pelanggaran HAM di Rakhine. Dia juga menggarisbawahi pentingnya menyelesaikan tugas tim bentukan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama kunjungannya ke Myanmar, khususnya negara bagian Rakhine, Annan melihat ada ketakutan dan ketidakpercayaan antar komunitas Buddha dan Muslim Rohingya.
Walau demikian, Annan berserta timnya sempat bertemu dengan sejumlah kelompok pemuda Myanmar yang menyatakan bersedia menciptakan lingungan dan interaksi lebih baik antar kaum mayoritas Buddha dengan etnis Minoritas Muslim di Myanmar.
Ia meyakini, jika rekonsiliasi antar kedua komunitas ini bisa terjalin, maka permusuhan antar kedua pihak bisa dihentikan.
Kepada
Channel News Asia, Annan mengaku berharap konflik kemanusiaan ini tidak akan menggoyahkan stabilitas keamanan di ASEAN.
Dalam kesempatan itu, Annan juga bertemu dengan Suu Kyi dan pimpinan militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Kepada dua pejabat pemerintahan itu, Annan meminta dibukakan akses bagi operasi kemanusiaan dan jurnalis ke distrik Maungdaw, tempat kekerasan marak terjadi.
Menanggapi kekuatan militer Myanmar, Annan menegaskan bahwa pasukan militer negara itu memiliki hak sekaligus tanggung jawab melindungi hak warga sipil di sana.
Annan ditunjuk Suu Kyi untuk memimpin Komisi HAM di Rakhine sejak Agustus lalu. Komisi ini sebenarnya melibatkan sembilan anggota independen, termasuk enam orang Myanmar dan tiga warga asing. Tak hanya itu, formasi komisi ini juga akan diperkuat oleh komunitas Muslim dan etnis dari Rakhine.
Lembaga independen HAM ini dimandatkan pemerintahan Suu Kyi untuk membuat rekomendasi rekonsiliasi dan penyelesaian konflik komunal di Rakhine.
Laporan rekomendasi itu akan diberikan kepada pemerintah Myanmar pada Februari 2017 mendatang. Namun, kekerasan terbaru yang terjadi pada awal Oktober lalu tidak termasuk dalam penyelidikan laporan yang telah digagas sejak Agustus.
Hingga saat ini, pemerintah Myanmar membantah seluruh klaim dan tudingan pelanggaran HAM tersebut. Otoritas Myanmar menyebutkan bahwa militer Myanmar hanya memburu para "teroris" yang melakukan serangan ke pos-pos polisi pada 9 Oktober lalu.
Reuters melaporkan setidaknya 86 warga tewas dan 30 ribu lainnya melarikan diri akibat serangkaian aksi kekerasan militer terhadap Rohingya di Rakhine sejak Oktober lalu. Lebih dari 1.000 rumah warga Rohingya di lima desa negara bagian Rakhine, Myanmar, juga ambruk dan hangus terbakar karena serangan militer di sana.
Kekerasan sejak awal Oktober ini merupakan insiden berdarah terparah sejak bentrokan antara umat Buddha dan etnis minoritas Muslim Rohinya yang terjadi pada 2012 lalu. Insiden itu telah menewaskan setidaknya 200 orang. (aal)