Jakarta, CNN Indonesia -- Hubungan diplomatik Rusia dan Turki kembali terguncang setelah seorang polisi membunuh Duta Besar Rusia untuk negara itu, Andrei Karlov, di sebuah galeri seni di ibu kota Ankara pada awal pekan ini.
Dalam video yang tersebar di media sosial, pelaku penembakan, Mevlut Mert Altintas, berteriak, "Jangan lupakan Aleppo! Jangan lupakan Suriah! Semua yang ikut serta dalam tirani ini akan bertanggung jawab!" setelah menumbangkan Karlov.
Pembunuhan yang menargetkan perwakilan diplomatik Rusia ini diduga terjadi akibat peran militer Rusia di Suriah, yang membantu pasukan koalisi rezim Presiden Bashar Al-Assad dalam merebut kembali Aleppo dari tangan pemberontak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Moskow dan Ankara memang berseberangan soal upaya penyelesaian konflik di Suriah. Turki selama ini mendukung pemberontak dan menginginkan Assad lengser demi mengakhiri konflik yang sudah memasuki tahun keenam di negara itu.
Melansir
New York Times, Karlov diketahui menjabat sebagai perwakilan Rusia untuk Turki sejak Juli 2013 lalu. Lahir di Moskow 62 tahun lalu, Karlov juga pernah menjadi Dubes Rusia untuk Korea Utara, periode 2001-2006.
Lulusan Moscow State Institute of International Relations ini berulang kali dipanggil pemerintah Turki yang meminta serangan militer Rusia di Suriah dihentikan. Pasalnya serangan itu dilaporkan menyebabkan ratusan ribu orang tewas, termasuk warga sipil, dan memicu krisis pengungsi di Eropa.
Hubungan Turki dan Rusia sebenarnya sudah memburuk sejak insiden
penembakan jet Rusia di Suriah oleh militer Turki pada November 2015. Sebelum insiden itu, Ankara sudah berulang kali mengeluhkan operasi militer Rusia yang kerap menganggu wilayah udara Turki kepada Karlov.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengenang Karlov sebagai tokoh yang berupaya memperbaiki hubungan kedua negara.
"Dalam beberapa tahun terakhir, dia fokus berupaya berkontribusi dalam menemukan solusi konflik Suriah dan menciptakan stabilitas di kawasan," ujarnya, dikutip dari
AFP.
Sejarawan mengatakan, pembunuhan Karlov mungkin yang pertama terjadi sejak Dubes Rusia untuk Polandia Pyotr Voykov ditembak mati di Warsawa pada 1927 lalu.
Selain itu, di abad 19, seorang penyair dan diplomat Rusia di Iran tewas setelah massa menyerbu Kedubes Rusia di Teheran.
Ketegangan antara Moskow dan Istanbul mulai berkurang belakangan ini. Sejumlah pakar mengatakan insiden pembunuhan Karlov bisa membawa kedua negara lebih dekat lagi khususnya dalam hal memberantas terorisme.
Kepada kantor berita Turki,
Anandolu, Erdogan menyebut penembakan Karlov merupakan bentuk provokasi yang dibuat guna menghancurkan normalisasi hubungan kedua negara.
Tak lama setelah serangan terjadi, Putin pun mendukung pernyataan Erdogan dengan turut menyebut pembunuhan salah satu perwakilannya itu sebagai aksi provokasi.
Putin juga langsung menghubungi Erdogan untuk memberi informasi bahwa penyelidik dari negaranya akan diterbangkan ke Ankara untuk membantu otoritas dalam proses investigasi.
Karlov tewas akibat serangkaian tembakan yang diluncurkan kepadanya ketika ia membuka sebuah pameran fotografi pada Senin (19/12) malam. Diplomat yang fasih berbahasa Inggris dan Korea ini meninggalkan seorang anak dan istri.
Berdasarkan kantor berita Rusia, istri Karlov dilarikan ke rumah sakit usai mengetahui kematian suaminya pada hari itu.
(ama)