Gulen Terkejut, Tampik Tuduhan Terkait Penembakan Dubes Rusia

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Selasa, 20 Des 2016 15:58 WIB
Menampik tudingan bahwa memiliki keterkaitan dengan pelaku penembakan Dubes Rusia, Fethullah Gulen mengaku terkejut dan sedih atas insiden penembakan itu.
Menampik tudingan bahwa memiliki keterkaitan dengan pelaku penembakan Dubes Rusia, Fethullah Gulen mengaku terkejut dan sedih atas insiden penembakan itu. (Reuters/Greg Savoy/Reuters TV)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tokoh agama asal Turki, Fethullah Gulen, mengaku "terkejut dan sangat sedih" atas pembunuhan Duta Besar Rusia di Ankara pada awal pekan ini. Tokoh agama yang tinggal dalam pengasingan di Amerika Serikat ini juga menampik keterkaitan dengan pelaku penembakan yang merupakan anggota kepolisian anti huru-hara.

"Saya sangat mengutuk teror yang keji ini. Tidak ada tindakan terorisme yang dapat dibenarkan, apapun tujuan para pelakunya," ujar Gulen dalam pernyataannya, dikutip dari AFP, Selasa (20/12).

"Rakyat Turki dan publik dunia berharap bahwa pemerintah [Turki] menginvestigasi insiden ini, mengidentifikasi pelaku dan meluncurkan sejumlah langkah pencegahan sehingga serangan ini tidak terulang di masa depan," tuturnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wali Kota Ankara, Melih Gokcek sebelumnya berkicau di akun Twitter-nya bahwa pelaku serangan, yang diketahui bernama Mevlut Mert Altintas, diduga terkait dengan Organisasi Teroris Gulen (FETO), sebutan Turki untuk para pengikut tokoh agama itu.

Pendapat serupa diluncurkan oleh sejumlah media pro-pemerintah pada Selasa. Namun, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Turki terkait hal ini.

Gulen, mantan kawan yang kini menjadi lawan bagi pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan, tinggal dalam pengasingan di Pennsylvania, AS, sejak 1990. Ia menampik tudingan bahwa memiliki keterkaitan dengan Altintas dan sebelumnya juga membantah mendalangi kudeta militer yang menyebabkan ratusan orang tewas pada Juli lalu.

"Pakar internasional Turki dan luar negeri menilai bahwa kekacauan dalam sistem keamanan dan upaya kontraterorisme terjadi karena pemerintah Turki menugaskan petugas kontraterosisme di pos yang bukan tempat mereka, serta memecat dan memenjarakan ratusan orang lainnya sejak 2014," tutur Gulen.

Ia juga mendesak agar Turki dan Rusia dapat bekerja sama untuk menghentikan konflik di Suriah.

"Penembakan yang hina dan menewaskan seorang dubes, yang merupakan perwakilan sebuah negara, hanya memperburuk konflik Suriah, yang sudah merenggut terlalu banyak nyawa dan membuat terlalu banyak warga terusir dari rumah mereka. Ini sama saja seperti melemparkan api ke genangan bensin," ujarnya.

Sang pelaku serangan, Altintas, lahir pada 24 Juni 1994 di Provinsi Aydin, Turki. Ia kemudian duduk di bangku Sekolah Menengah Tinggi Soke Cumhuriyet Anadolu dan melanjutkan studinya di Sekolah Vokasi Kepolisian Izmir Rustu Unsal.

Ayah dan saudara perempuan Altintas ditahan untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Sejumlah potongan video di berbagai jejaring sosial menunjukkan Altintas yang mengenakan jas dan dasi menembak Dubes Rusia, Andrei Karlov, dari arah belakang ketika sang dubes sedang menyampaikan kata sambutan. Para pengunjung pun langsung berhamburan keluar.

Merujuk pada laporan kantor berita Anadolu, Reuters melaporkan bahwa setelah menembak Karlov, Altintas sempat berteriak, "Allahu Akbar!"

Ia kemudian berbalik ke arah pengunjung dan kembali berteriak, "Jangan lupakan Suriah. Jangan lupakan Aleppo. Semua yang ikut serta dalam tirani ini akan bertanggung jawab!"

Rusia merupakan sekutu dari rezim Presiden Bashar al-Assad di Suriah. Koalisi Rusia membantu pasukan pemerintah Suriah untuk merebut kembali Aleppo dari tangan pemberontak.

Turki sendiri merupakan penentang rezim Assad. Hubungan kedua negara sempat panas setelah Turki menembak jatuh jet koalisi Rusia di dekat perbatasan dengan Suriah.

Turki kerap menuduh Gulen dan pengikutnya mendalangi kudeta pada Juli lalu, yang menewaskan lebih dari 100 orang. Sejak itu, Presiden Recep Tayyip Erdogan memerintahkan pembersihan para pegikut Gulen di berbagai jajaran pemerintahan, termasuk pegawai negeri sipil, tentara, polisi, akademisi, dan jajaran pengadilan.

Turki menuding bahwa meski Gulen tinggal di pengasingan di AS sejak 1999, tokoh agama itu telah menciptakan sebuah "jaringan paralel" di kepolisian, kubu militer, jajaran peradilan dan layanan sipil yang bertujuan menggulingkan pemerintahan yang sah. (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER