Jakarta, CNN Indonesia -- Selama lima hari ini, bagian utara China telah diselimuti polusi udara yang nyaris memecahkan rekor. Akibatnya, aktivitas penerbangan, lalu lintas, perkapalan, pabrik dan bahkan sekolah terganggu.
Ratusan pengawas dari pemerintah berpatroli pada Rabu (21/12), untuk memastikan tidak ada warga yang menambah polusi dari sumber sekecil apapun, termasuk
barbecue.
Selain itu, hanya mobil dengan pelat nomor ganjil yang diperbolehkan beroperasi di jalanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak gedung-gedung tinggi tidak terlihat karena terselimuti asap dan warga yang hendak berangkat bekerja terpaksa menggunakan masker.
Diberitakan
Reuters, beberapa warga mengeluhkan sistem anti kabut asap tidak beroperasi.
Penutupan darurat pembangkit listrik, pabrik baja dan pelabuhan yang dilakukan dalam rangka mengurangi polusi ini juga diprediksi bisa turut menekan harga batu bara.
China diketahui merupakan salah satu konsumen terbesar batu bara dan musim dingin adalah rentang waktu dengan permintaan paling tinggi.
Sebanyak 24 kota telah mengeluarkan peringatan siaga merah akibat polusi tingkat tinggi ini.
Penduduk Shijiazhuang, Provinsi Hebei, mengeluh sekolah-sekolah yang ada di kota tersebut tetap dibuka meski dalam keadaan siaga merah. Sementara itu, di Henan, media melaporkan para siswa menjalani ujian di tengah udara berasap.
"Kami tidak tahu berapa lama asap kabut ini akan bertahan, jadi mengapa proses belajar mengajar tidak dihentikan?" kata seorang warga Shijiazhuang melalui media sosial Weibo.
"Para siswa menggunakan masker setiap hari dan mengikuti kelas dalam keadaan pusing," tulis dia melanjutkan.
Padahal, otoritas pendidikan setempat telah mengeluarkan pemberitahuan yang menyatakan semua kelas mesti dihentikan, sejak Senin (19/12).
Indeks Kualitas Udara di Fengnan, Hebei, Tangshan, masih berada di angka 578 pada Rabu pagi tadi.
Siaga merah dikeluarkan ketika indeks melebihi angka 200 selama empat hari berturut-turut, 300 selama dua hari, atau 500 selama setidaknya 24 jam.
(ama)