Jakarta, CNN Indonesia -- Timur Tengah dikenal menjadi titik panas konflik bahkan perang. Seakan tak habis-habisnya, sejumlah konflik terus menerpa kawasan kaya minyak ini selama 2016 berlangsung.
Mulai dari perang melawan ISIS di Irak dan Suriah, konflik Israel-Palestina, krisis Iran-Saudi, hingga perang sipil di Suriah dan Yaman masih mewarnai peristiwa di kawasan Timur Tengah sepanjang tahun ini.
Krisis Iran-SaudiDi awal tahun 2016 kawasan Timur Tengah dikejutkan dengan memanasnya hubungan antar Arab Saudi dan Iran. Ketegangan kedua negara ini dipicu oleh eksekusi ulama Syiah, Syeikh Nimr al-Nimr oleh Arab Saudi pada 2 Januari lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Situasi memanas ketika pengunjuk rasa Iran menyerbu dan membakar Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran sebagai bentuk protes terhadap eksekusi kritikus kelompok Syiah yang paling vokal dalam memperjuangkan kesetaraan Syiah dengan Sunni di Saudi itu. Usai serangan di kedubesnya, Saudi lantas memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Iran.
Beberapa analis menganggap eksekusi Nimr ini memperdalam jurang krisis sektarian antara Sunni dan Syiah di kawasan Timur Tengah. Krisis hubungan antar kedua negara ini disebut dapat menambah runyam skala besar isu di kawasan, dari krisis Suriah hingga Yaman.
 Foto: REUTERS/Thaier Al-Sudani Eksekusi ulama Syiah Nimr al-Nimr membuka 2016 dengan memanasnya hubungan Iran-Saudi. (Reuters/Thaier Al-Sudani) |
Krisis Iran-Saudi dianggap dapat memperparah matriks proxy war, di mana dua negara tak baku hantam secara langsung, melainkan adu kekuatan di daerah konflik lain.
Di Suriah, Iran mendukung pemerintahan Bashar al-Assad yang melawan mayoritas masyarakat Sunni. Saudi pun hadir untuk membela para pemberontak Assad.
Di Yaman, kelompok pemberontak Syiah, Houthi, diduga kuat memiliki hubungan dengan Iran. Dengan alasan untuk mendukung pemerintahan resmi di bawah Presiden Abd Mansour Hadi, Saudi mengirimkan pasukan serangan udara untuk menggempur sejak tahun lalu Houthi.
Proxy war juga dirasakan di beberapa negara mayoritas Syiah, seperti Libanon, di mana Saudi berupaya meredam pengaruh Hizbullah yang didukung Iran. Ketegangan kedua negara juga terlihat di Irak, negara di mana Sunni yang mendominasi panggung politik kini taringnya mulai tumpul.
Resolusi bersejarah PBB untuk konflik Israel-PalestinaSatu peristiwa bersejarah terkait konflik Israel dan Palestina adalah dengan lolosnya resolusi Dewan Keaman PBB terkait permukiman Yahudi di wilayah Palestina pada Jumat (23/12).
Resolusi menuntut agar Israel segera dan sepenuhnya menghentikan semua kegiatan permukiman di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur dan mengatakan pembentukan permukiman oleh Israel tidak memiliki validalitas di bawah hukum internasional.
 Foto: REUTERS/Baz Ratner Abstainya AS yang selama ini dianggap sekutu dekat AS meloloskan resolusi DK PBB soal permukiman Yahudi di wilayah Palestina. (Reuters/Baz Ratner) |
Amerika Serikat yang selama ini dikenal sebagai sekutu dekat Israel bersikap abstain, tidak mengajukan hak veto, hingga akhirnya veto tersebut lolos.
Berang, pemerintahan Israel di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu langsung membatasi hubungan diplomatik Israel dengan 12 dari 14 negara yang menyetujui resolusi di dalam DK PBB, yakni Inggris, Perancis, Rusia, China, Jepang, Ukraina, Angola, Mesir, Uruguay, Spanyol, Senegal dan Selandia Baru.
Netanyahu juga menuding Presiden AS Barack Obama dan Menteri Luar Negeri John Kerry berada di balik langkah Dewan Keamanan PBB tersebut.
Keputusan AS untuk tidak memveto resolusi itu dinilai banyak pihak sebagai kado buruk terakhir Presiden Barack Obama untuk Israel, sebelum turun dari jabatannya awal 2017.
Perang Melawan ISIS Tahun 2016 masih diwarnai upaya sejumlah negara seperti Irak dan Suriah menumpas ISIS dari negaranya. Setelah berhasil merebut Kota Ramadi dengan bantuan koalisi AS, kini Irak berupaya mengambil alih Kota Mosul dari tangan kelompok teroris itu.
Mosul merupakan kota terpenting bagi ISIS di Irak. Kehilangan Mosul merupakan kekalahan terbesar tentara Irak dan menjadi awal penyebaran ISIS tahun 2014. Irak memulai operasi pembebasan Mosul sejak Oktober lalu.
Serangan untuk merebut Mosul sendiri telah dipersiapkan lama. Pasukan AS dan Irak telah menggempur target ISIS di Mosul bahkan selama setahun. Baru-baru ini, AS mengumumkan penurunan 600 pasukan tambahan untuk operasi Mosul.
Meskipun gempuran tentara Irak berhasil mengepung serta menerobos pertahanan militan ISIS di pinggiran timur Mosul, namun Mosul nampaknya belum bisa dikuasai kembali sepenuhnya oleh Irak di pengunjung tahun ini.
 Foto: REUTERS/Stringer Operasi pembebasan Mosul yang dimulai sejak Oktober belum berhasil sepenuhnya. (Reuters/Stringer) |
Dari catatan sementara, selama lebih dari dua bulan melancarkan operasi, para prajurit elit Irak telah menguasai kembali seperempat wilayah Mosul. Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi optimis pasukannya hanya butuh waktu tiga bulan untuk menumpas ISIS dari tanah Mosul. Selain Mosul, ISIS juga masih mengendalikan kota Tel Afar, Qaim, Hawija dan sejumlah daerah lain di sekitarnya.
Di Suriah, operasi memberangus ISIS juga terus digempurkan khususnya pada Kota Raqqa, ibu kota de facto ISIS. Pasukan Suriah terus membombardir Raqqa lewat serangan udara sejak akhir 2015 lalu.
Maret tahun ini, pasukan Presiden Bashar Al-Assad yang didukung jet-jet tempur Rusia berhasil mengusir militan ISIS dari kota kuno Palmyra. Situasi ini diklaim memukul para jihadis yang telah menguasai kota tersebut setahun belakangan.
Sayangnya kemenangan Assad di Palmyra tidak berlangsung lama. ISIS kembali merebut Palmyra pada Minggu (11/12) meskipun Rusia meluncurkan puluhan serangan udara untuk memukul mundur kelompok militan itu.
Kemenangan Assad di AleppoDi sisi lain, pemerintahan Assad berhasil merebut Kota Aleppo, kota terbesar kedua di Suriah, yang sebelumnya dikuasai kelompok pemberontak.
Operasi perebutan Aleppo berlangsung sejak Oktober lalu. Militer Suriah berhasil melenggang masuk ke sejumlah daerah yang dikuasai pihak oposisi Assad pada pertengahan yang sebelumnya tak berhasil ditembus pada pertengah Desember lalu.
Meski kemajuan militer Suriah ini tak serta merta berhasil memberangus pemberontakan bahkan ISIS di seluruh negeri, namun kekalahan pemberontak di Aleppo itu dinilai sedikit menghidupkan kembali upaya pembicaraan damai untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung sejak 2011.
 Foto: REUTERS/ Omar Sanadiki Pasukan Bashar al-Assad mengalahkan kelompok pemberontak di timur Aleppo, dan menjelang akhir tahun, gencatan senjata diberlakukan di seluruh Suriah. (Reuters/Omar Sanadiki) |
Tak lama usai Aleppo direbut pasukan Suriah dari pemberontak, gencatan senjata dan proses evakuasi diumumkan di wilayah itu. Gencatan senjata diprakarsai Rusia dan Turki seiring membaiknya hubungan kedua negara juga dimulai sejak Kamis (29/12) tengah malam.
Bersama Iran, kedua negara itu juga berhasil mengadopsi Deklarasi Moskow yang berisikan rencana pembicaraan damai Suriah.
Dalam deklarasi itu tiga negara ini sepakat menjadi mediator perdamaian dan berencana menggelar pembicaraan damai Suriah di ibu kota Kazakhstan, Astana.
Pembicaraan ini rencananya akan melibatkan pihak berkonflik guna menyelesaikan solusi politik di Suriah, meskipun Turki menganggap Assad tidak bisa terlibat langsung dalam transisi perdamaian negara itu, lantaran banyaknya pihak penentang pemerintah selama ini di Suriah.
Perang Yaman yang TerlupakanTahun 2016 nampaknya tidak berpihak pada upaya perdamaian di Yaman. Upaya damai antara kelompok pemberontak Houthi dan Pemerintahan Abdrabbuh Mansur Hadi belum berhasil tercapai sejak perang sipil di negara itu bergejolak pada Maret 2015 lalu.
Dalam perundingan terakhir, Houthi sepakat untuk menyerahkan senjata berat dan menarik mundur pasukan dari kota-kota utama dengan timbal balik dapat berpartisipasi dalam pemerintah gabungan bersama jajaran kabinet Hadi.
 Foto: REUTERS/ Omar Sanadiki Perang dan blokade oleh Saudi di Yaman membuat rakyat Yaman terlantar, jutaan menderita kelaparan. (Reuters/Khaled Abdullah) |
Namun, Hadi menolak draf kesepakatan tersebut. Hadi menegaskan bahwa ia merupakan pemerintah resmi yang diakui oleh masyarakat internasional. Houthi pun tetap tegar tengkuk dan akhirnya mengumumkan akan memerintah wilayah Yaman yang berada di bawah kuasa mereka melalui Dewan Supremasi Politik.
Selama tahun ini, bentrokan serta gempuran antar kedua belah pihak terus terjadi.
Konflik ini menimbulkan kekhawatiran bahwa perang antara pemerintah Yaman yang merupakan sekutu kental Saudi dan Houthi yang didukung Teheran akan mengguncang Timur Tengah dan berpotensi menghancurkan negara Yaman.
Tak seperti perang di Suriah dan Irak, yang terus dipelototi media dan sejumlah negara penguasa besar, perang brutal di Yaman seakan terlupakan oleh komunitas internasional. Padahal, PBB melaporkan bahwa hampir 6.000 orang tewas dalam pertempuran Yaman, sementara ratusan ribu lainnya terpaksa mengungsi.
Setengah dari korban jiwa itu diperkirakan d antaranya adalah warga sipil. Sekitar 700 anak-anak diperkirakan terbunuh dan sekitar 1.000 lainnya terluka dalam setahun terakhir perang berkecamuk di negara itu.
(stu)