Jakarta, CNN Indonesia -- Biro Investigasi Federal (FBI) merilis laporan investigasi terbaru terkait dugaan intervensi Rusia dalam pemilu Amerika Serikat November lalu. Badan intel ini bahkan mengaku miliki bukti sampel kode komputer berbahaya yang digunakan dalam peretasan besar-besaran oleh Moskow.
Berdasarkan laporan setebal 13 halaman yang dirilis FBI Kamis (29/12) kemarin, badan intelijen Rusia, FSB, mengirimkan tautan surat elektronik berbahaya selama pertengahan 2015 lalu kepada lebih dari 1.000 penerima termasuk pemerintah AS. Komite Nasional Partai Demokrat (DNC) menjadi salah satu dari sejumlah entitas lain yang menerima tautan surel itu.
FBI mengatakan, para
hacker memperoleh akses masuk untuk mencuri sejumlah informasi sensitif, termasuk surel internal "yang mengarah pada pencurian informasi dari sejumlah pejabat senior partai."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaringan surel internal partai Demokrat sempat diretas saat masa kampanye pemilu berlangsung. Hal ini cukup membuat mantan capres Demokrat, Hillary Clinton, kelimpungan mempertahankan kredibilitasnya semasa kampanye. Isu peretasan dan intervensi Rusia kian mencuat khususnya usai kekalahan Clinton dari Donald Trump.
Melansir
Reuters, laporan ini menguatkan temuan sebelumnya yang dilakukan oleh perusahaan siber swasta CrowdStrike terkait sistem internal DNC yang sempat diretas. Temuan ini juga menjadi dasar penyelidikan lembaga intelijen Amerika selama ini.
Meskipun begitu, seorang sumber mengatakan sebagian besar informasi yang dirilis dalam laporan tersebut bukan lah hal baru. FBI sulit menjelaskan keseluruhan hasil penyelidikan lantaran menjaga kerahasiaan sumber intelijen.
Laporan ini merupakan analisis teknis dan rinci pertama yang dirilis FBI terkait kasus peretasan DNC. Namun, dalam laporan FBI tidak menyebutkan nama entitas peretas apalagi menegaskan kembali bahwa Rusia benar terlibat dalam pemilu AS.
Padahal, CIA dan Kementerian Keamanan Nasional sebelumnya telah membenarkan bahwa Moskow berupaya mengintervensi pemilu untuk membantu Donald Trump.
Bersamaan dengan rilisnya laporan FBI ini, Presiden Barack Obama juga memutuskan untuk menerapkan sejumlah sanksi diplomatik dan ekonomi terhadap Rusia, termasuk dengan mengusir sekitar 35 diplomat Rusia dari AS.
Tuduhan dan sanksi ini menandakan ketegangan baru antar kedua negara setelah masa Perang Dingin berlangsung.
Sementara itu, hingga kini, Kremlin secara konsisten menampik segala tudingan campur tangan dalam pemilu AS.
(stu/stu)