China Ubah Periode Perang dengan Jepang

CNN Indonesia
Rabu, 11 Jan 2017 15:16 WIB
Pemerintah China memundurkan awal perang dengan Jepang dalam Perang Dunia II dari 1937 menjadi 1931 dalam buku-buku pelajaran di sekolah negara itu.
Peringatan pembantaian Nanjing yang masih menjadi sumber sengketa antara China dan Jepang. (Reuters/Aly Song)
Jakarta, CNN Indonesia -- Media pemerintah China melaporkan negara itu akan memajukan tanggal awal perang melawan Jepang di buku pelajaran untuk meningkatkan pendidikan patriotisme.

Kementerian Pendidikan negara itu menyebut perang yang disebut China sebagai Perang China Melawan Agresi Jepang di buku pelajaran akan berlangsung selama 14 tahun, bukan delapan tahun seperti sebelumnya.

Buku pelajaran di China sekarang akan menyebut perang itu berlangsung mulai 1931-1945.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam surat yang diterbitkan di akun WeChat milik koran Partai Komunis, People’s Daily, menyebutkan bahwa seluruh buku pelajaran dari tingkat sekolah dasar hingga universitas akan diubah agar sejalan dengan pandangan para pakar sejarah.

Dengan perubahan ini insiden Mukden pada 1931, ledakan di satu jalur rel kereta milik Jepang di China utara yang membuat negara itu melakukan invasi dan menduduki Manchuria, akan menjadi awal perang dengan Jepang.

Sebelumnya buku-buku pelajaran China menyebut insiden Jembatan Marco Polo, pertempuran antara tentara Jepang dan China di dekat Beijing, menjadi titik awal perang kedua negara.

Koran ini menyebutkan, dengan menghubungkan kedua insiden itu semakin menjelaskan bagaimana penjajahan regional di Manchuria berakhir dengan perang nasional. 

Hubungan Jepang-China sejak lama dipengaruhi oleh pandangan China bahwa Jepang tidak mau menyesali tindakan negara itu di masa perang.

Jepang sendiri mengubah buku pelajaran pada 2016 dengan mengubah bagian Pembantaian Nanjing pada 1937. Langkah ini membuat pemerintah China mengajukan protes resmi terhadap Jepang.

China mengatakan tentara Jepang membantai 300 ribu warga di wilayah yang saat itu merupakan ibu kota China tersebut. Namun pengadilan Sekutu setelah perang menyebut korban yang tewas hanya setengah klaim itu.

Di Jepang, sejumlah tokoh konservatif mengatakan jumlah korban insiden pembantaian tersebut dipalsukan atau dibesar-besarkan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER