Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Venezuela Nicholas Maduro memperkirakan kinerja Donald Trump sebagai presiden baru Amerika Serikat tidak akan lebih buruk dari pemerintahan Barack Obama.
"Dia [Trump] tidak akan lebih buruk daripada Obama. Dia [Obama] membiarkan dunia diganggu oleh terorisme. Di Amerika Latin, Obama dikenal lantaran menyebabkan tiga kudeta," ungkap Maduro seperti dikutip
Reuters, Selasa (17/1).
Awalnya, pemerintah Venezuela menyambut baik kepemimpinan AS di tangan Obama. Namun, hubungan kedua negara memburuk setelah Venezuela menilai kebijakan luar negeri Washington yang terkesan "imperialis," ikut campur dalam transisi pemerintahan Brasil, Honduras, dan Paraguay.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan ini dilontarkan Maduro meski sebelumnya, selama kampanye, Trump sempat mengkritik kemimpinan diktaktor komunis itu karena terkesan menindas warganya sendiri.
Alih-alih membalas komentar pedas Trump, Maduro lebih memilih menahan diri dan tidak mengomentari kemenangan politikus Partai Republik itu dalam pemilu AS November kemarin.
"Kita tunggu saja dan lihat apa yang akan terjadi [pada AS di tangan Trump] supaya tidak mendahului kenyataan. Saya ingin bersikap bijaksana," tuturnya.
Selain itu, Maduro menilai Trump merupakan korban dari "kampanye kebencian" global.
Ia merasa terkejut dengan besarnya gelombang kebencian yang meningkat setelah konglomerat asal New York itu keluar sebagai pemenang pemilu populer AS, mengalahkan Politikus Demokrat Hillary Clinton.
"Media internasional telah berspekulasi tentang Donald Trump. Kami terkejut dengan kebencian brutal terhadapnya yang terjadi di seluruh dunia, khususnya dunia barat," katanya.
Warga AS, bahkan komunitas global, kian khawatir akan nasib Negeri paman Sam itu di tangan Trump. Pasalnya, selama masa kampanye, Trump kerap menebar retorika anti-globalisasi, sentimen xenophobia, dan islamophobia di negara itu.
Bahkan sejumlah laporan memaparkan bahwa kemenangan Trump ikut meningkatkan diskriminasi di negara itu, khususnya pada kaum minoritas seperti imigran.
Terhitung tiga hari lagi, Trump akan resmi dilantik dan menjabat sebagai Presiden AS ke-45. Acara pelantikan Trump dikabarkan akan diwarnai sejumlah protes dari warga.
Sekitar 30 ormas bahkan mendapatkan izin untuk berunjuk rasa sebelum, saat dan sesudah prosesi yang berlangsung di Gedung Putih pada 20 Januari mendatang.
Pada Sabtu pekan lalu, setidaknya 2.000 aktivis hak-hak sipil berunjuk rasa berupaya terus memperjuangkan hak pilih dan keadilan hukum di bawah kepemimpinan Trump.
Demonstran yang sebagian besar merupakan warga kulit hitam ini mengawali pawai dari dekat Washington Martin Luther King Jr Memorial.
Salah satu poin tuntutan mereka yakni memperjuangkan hak-hak minoritas dan undang-undang pelayanan kesehatan yang sebelumnya telah ditanda tangani Presiden Barack Obama, namun berusaha dicabut kembali oleh Trump.