Jakarta, CNN Indonesia -- Para imigran Meksiko mempercepat langkah mereka menuju Amerika Serikat. Tujuan mereka hanya satu, yaitu tiba di AS sebelum Donald Trump dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat pada Jumat (20/1).
Intaian pesawat nirawak, ular beracun, dan kelompok penyelundup manusia tak membuat mereka takut. Yang mereka takutkan hanya satu, yakni Trump benar-benar mewujudkan rencananya membangun tembok tinggi di antara kedua negara sehingga imigran tak bisa lagi masuk ke AS.
"Ketika saya melihat pria itu di televisi mengatakan betapa bencinya dia terhadap imigran dan mau membangun tembok, saya langsung berpikir, 'Sekarang atau tidak sama sekali,'" ujar seorang imigran Meksiko, Wilson, kepada
AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu besarnya keinginan Wilson untuk segera masuk AS, ia rela melewatkan momen Natal, bahkan kelahiran anaknya di Meksiko.
"Kami menghabiskan waktu Natal dan Tahun Baru dalam perjalanan agar dapat tiba tepat waktu. Kami ingin mengalahkannya," ucap Wilson.
Kini, Wilson sudah tiba di Caborca, kota di dekat perbatasan Meksiko dengan AS. Mereka menghangatkan diri di sekitar perapian, menanti waktu yang tepat untuk menerobos perbatasan.
Melewati perbatasan Meksiko dan AS sangat sulit karena pemeriksaan yang sangat ketat. Setiap bulannya, otoritas Meksiko menahan ribuan hingga puluhan ribu imigran yang tak memiliki dokumen lengkap.
Tak mau ditangkap di tengah perjuangan mereka, banyak pengungsi akhirnya terdampar di Caborca. Seorang aktivis lokal, Laura Ramirez, mengatakan bahwa ia biasanya memberikan 200 makanan siang dratis kepada para imigran yang terdampar.
 Seorang aktivis lokal, Laura Ramirez, mengatakan bahwa ia biasanya memberikan 200 makanan siang dratis kepada para imigran yang terdampar. (AFP Photo/Alfredo Estrella) |
Sementara itu, di kota perbatasan lainnya, Sasabe, para imigran sudah mulai tidak sabar dan mencoba memanjat pagar pembatas.
Di sekitar mereka, bertebaran botol yang diwarnai hitam agar tak memantulkan cahaya dan menarik perhatian penjaga perbatasan.
Segala cara dilakukan untuk mengelabui petugas. Beberapa orang bahkan mengukir sol sepatunya agar jejak mereka terlihat seperti kaki sapi.
Bagi mereka yang sudah tidak sabar berjuang sendiri, para penyelundup manusia siap menawarkan jasanya. Satu kali menyeberang dikenai biaya sebesar US$1.000 atau setara Rp13,3 juta.
Para imigran yang tak punya uang akan membawa ganja di kantongnya untuk ditawarkan kepada petugas perbatasan sebagai timbal balik jika diperbolehkan masuk.
Dengan cara masuk ilegal seperti itu, para imigran lantas dianggap sebagai sumber masalah bagi warga di Arivaca, Arizona, wilayah AS yang berbatasan langsung dengan Meksiko.
"Kami tak dapat memungkiri bahwa mereka adalah pembawa masalah. Saya rasa, mereka seharusnya tidak di sini. Ini bukan rumah mereka," kata seorang warga yang tak mau diungkap identitasnya.
Pada akhirnya, para imigran hanya dapat berharap Trump melunakkan kebijakannya. "Saya percaya Tuhan akan melembutkan hati Trump," kata Wilson.