Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang mantan diplomat yang membelot dari Korea Utara meyebut pemimpin tertinggi negara tersebut, Kim Jong-un, ingin bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Thae Yong-ho, yang dulu pernah menjabat sebagai wakil duta besar Korea Utara untuk Inggris, mengatakan Kim melihat kemenangan Trump di pemilu sebagai hal yang baik.
“Ini kesempatan baik untuknya mulai berkompromi dengan pemerintah Amerika Serikat,” kata Thae sebagaimana dikutip
CNN, Kamis (26/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Thae berkeras, Kim hanya akan berbicara dengan syarat. Pembelot yang kini berada di Korea Selatan itu merujuk pada pidato Kim di pergantian tahun.
“Pidato tahun baru (Kim) hampir setingkat dengan pemerasan secara terbuka,” kata Thae.
Dalam pidato itu, Kim menegaskan bahwa jika Amerika Serikat meneruskan kebijakannya melawan Korea Utara, maka dia akan lanjut menambah persenjataan nuklir di kekuatan militernya.
“Dia menyebutnya sebagai kemampuan serangan preemtif,” kata Thae. “Yakni ICBM (rudal balistik antarbenua).”
Selama kampanye, Trump mengatakan dia terbuka untuk bertemu dengan Kim. Thae berharap hal itu tidak dilakukan karena bisa memberikan sang pemimpin Korea Utara legitimasi atas negaranya.
“Bahkan Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Putin—mereka belum pernah bertemu Kim Jong-un,” ujarnya.
Thae mengklaim, di tengah loyalitas komando yang dipaksakan lewat ketakutan, Kim masih kesulitan untuk mendapatkan legitimasi yang dimiliki ayahnya, Kim Jong-il, dan kakeknya, Kim Il-sung.
“Setelah lima tahun menjabat, dia bahkan tidak bisa memberi tahu warga Korea Utara tanggal kelahirannya, kapan dia lahir, soal ibunya, hubungan dengan kakeknya,” kata dia.
Eksekusi
Satu-satunya cara untuk mengubah nasib Korea Utara adalah dengan mengganti sang pemimpin, kata Thae.
“Selama Kim Jong-un masih berkuasa, tidak mungkin dunia bisa memperbaiki masalah pelanggaran hak asasi manusia atau membatalkan program nuklir,” ujarnya.
Dia berharap studi dan masa muda Kim di luar negeri akan membuatnya seorang tokoh reformasi. Namun, harapan itu hancur setelah mengetahui banyak pejabat yang dieksekusi.
“Jika Kim Jong-un memutuskan untuk membunuh seseorang, jika dia pikir orang itu adalah ancaman atau menakutinya, dia akan menyingkirkannya. Itu adalah realitas Korut saat ini,” katanya.
Dia juga meyakini bakal lebih banyak lagi pejabat yang membelot mengikuti jejaknya.
Think-tank Korea Selatan yang terafiliasi dengan badan intelijen negara mendapati setidaknya 340 orang telah diperintahkan untuk diekekusi sejak Kim menjabat 2011 silam.
(aal)