Jakarta, CNN Indonesia -- China mengajukan protes terhadap Amerika Serikat lantaran menggerek sejumlah nama perusahaan asal negaranya dalam sanksi baru yang dijatuhkan kepada Iran.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lu Kang, menuturkan sanksi yang turut melibatkan serta merugikan kepentingan pihak ketiga ini tidak “membantu” menjaga dan menguatkan rasa kepercayaan antara Beijing dan Washington.
“Kami secara konsisten menentang sanksi sepihak [AS] tersebut,” ungkap Lu dalam jumpa pers seperti dikutip
Reuters, Senin (6/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanksi tambahan pada Iran tersebut merupakan bukti pertama sikap keras Presiden Donald Trump menanggapi ambisi uji coba peluru kendali Teheran dan dukungan negara itu terhadap pemberontak Houthi yang menentang pemerintah Yaman.
Hukuman ini berlaku pada sekitar 25 entitas termasuk dua perusahaan dan tiga individu asal China. Menurut laporan Kementerian Keuangan AS, salah satu entitas asal China tersebut merupakan warga asli negaranya yang bernama Qin Xianhua.
Dengan adanya sanksi ini, 25 entitas tersebut tidak bisa mengakses sistem keuangan Amerika.
Selain itu, 25 perusahaan dan individu ini juga tidak dapat berhubungan dan bertransaksi dengan perusahaan-perusahaan Amerika. Mereka yang terdaftar ini otomatis menjadi subjek sanksi sekunder dan terancam masuk dalam daftar hitam AS.
Sementara itu dua eksekutif perusahaan China yang disebut dalam sanksi AS tersebut mengaku bahwa perusahaan mereka hanya mengekspor barang-barang “normal” ke sejumlah negara Timur Tengah.
Keduanya mengaku tidak bersalah lantaran tidak pernah bertransaksi ataupun mengekspor barang terlarang ke Iran.
Selama ini, China kerap berang kepada AS ketika Washington melibatkan sejumlah perusahaan China dalam sanksi unilateralnya, terutama yang berkaitan dengan Iran dan Korea Utara.
China memang dikenal memiliki hubungan ekonomi dan diplomatik yang erat dengan Teheran. Beijing bahkan berperan dalam mendorong kesepakatan nuklir Iran dengan enam negara kuat di dunia.
Perjanjian yang berhasil disepakati antara Iran, AS, Perancis, Rusia, Inggris, dan China pada Juli tahun 2015 lalu itu ditujukan untuk meredam ambisi program nuklir Teheran.
Sebagai gantinya, pemerintahan AS di bawah Presiden Barack Obama saat itu mencabut sebagian sanksi yang pernah dikenakan pada Iran.
Di tangan Trump, kesepakatan nuklir Iran tersebut terancam berantakan. Pasalnya, dia menilai kesepakatan ini merupakan bukti sikap lunak AS terhadap Iran yang terus mengancam keamanan Negeri Paman Sam dengan ambisi nuklirnya.
Sanksi baru ini juga dikhawatirkan dapat membuat Iran mengingkari kesepakatn nuklir yang selama ini berjalan.
(aal)