Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah penelitian lembaga kontra-ekstremisme internasional, Quilliam Foundation, memaparkan bahwa ISIS mulai merekrut anak-anak, terutama pengungsi, dan membiayai mereka ke Eropa untuk mencari suaka.
Dalam laporannya, Quilliam Foundation menuturkan bahwa strategi ini digunakan ISIS untuk mendapatkan 'aset' yang akan menyebarkan operasi mereka di kawasan tersebut.
Langkah ini dilakukan ISIS dengan merebut "hati" dan membuat anak-anak tersebut merasa berutang budi pada mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengungsi berusia muda berisiko jatuh kembali ke tangan para penyeludup manusia dan kelompok eksremis yang telah menolong mereka lantaran ada rasa berutang," ujar peneliti senior Quilliam Foundation, Nikita Malik, dalam laporan berjudul
Refugee: Pathways of Youth Fleeing Extremism seperti dikutip
The Telegraph, Selasa (7/2).
Quilliam Foundation melaporkan, ISIS menawarkan bantuan kepada anak-anak pengungsi itu untuk menyeberangi Libya jika mereka mau bersumpah setia kepada kelompok militan tersebut.
Lembaga ini menganggap, ISIS melihat anak-anak seperti itu sebagai "sumber penting" perekrutan karena pengungsi anak tanpa pendamping biasanya rentan dan mudah terpapar propaganda.
ISIS dilaporkan menargetkan para pengungsi muda yang ada di kamp-kamp penampungan pengungsi seperti di Turki, Libanon, dan Yordania. Anak-anak pengungsi yang tengah melakukan perjalan ke Eropa melalui Libya pun tak luput dari target perekrutan ISIS.
Lebih dari 340 anak pencari suaka tanpa pendamping atau orang tua hilang tak terlacak dalam sembilan bulan pertama pada 2015 lalu, meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Di akhir 2015, sekitar 132 anak dilaporkan hilang.
Tawaran ISIS ini memang menggiurkan. ISIS dilaporkan pernah menawarkan uang hingga Rp13 juta per orang untuk bergabung dengan mereka.
Laporan itu bahkan menyebut, tak sedikit pengungsi muda yang merasa yakin keuangan mereka lebih terjamin saat bergabung dengan ISIS ketimbang mencari pekerjaan ketika sampai di Eropa.
"Meski sejumlah individu tertentu menolak tawaran ISIS itu, keinginan anak-anak itu untuk bergabung [ISIS] tetap besar di kemudian hari karena ada dorongan kesulitan keuangan, rasa kelelahan, dan kesengsaraan yang mereka alami," bunyi laporan itu.
(has)