Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Inggris urusan Skotlandia David Mundell mengatakan, referendum kemerdekaan Skotlandia yang sah secara hukum tidak mungkin digelar sebelum proses negosiasi Inggris keluar dari Uni Eropa atau Brexit rampung.
"Sulit bagi rakyat Skotlandia menggelar referendum kemerdekaan negara yang adil dan sah secara hukum dalam kurun waktu yang diminta Wakil Perdana Menteri Nicola Sturgeon," tutur Mundell seperti dikutip
Reuters, Rabu (14/3).
Gagasan referendum ini menanggapi pengesahan undang-undang yang memungkinan Perdana Menteri Inggris Theresa May memulai proses Brexit awal pekan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sturgeon menilai May gagal menanggapi suara mayoritas warga Skotlandia yang meminta Inggris tetap bergabung dengan pasar tunggal Eropa.
Dalam referendum Brexit, Skotlandia didominasi suara untuk tetap berada di Uni Eropa, dengan perbandingan 62 persen melawan 38 persen.
Untuk itu, Sturgeon meminta Parlemen Skotlandia memberinya kekuasaan menggelar referendum kemerdekaan.
Dia ingin referendum tersebut digelar akhir 2018 atau 2019, sebelum negosiasi Brexit selesai.
Jika terpenuhi, maka Edinburg bisa berargumen agar tetap berada di Uni Eropa sementara London melangkah pergi.
Meski referendum berhasil dilangsungkan, Mundell mengatakan Skotlandia tidak memiliki pilihan untuk tetap berada di Uni Eropa.
Sebab, lanjutnya, Skotlandia tidak bisa serta-merta menggantikan posisi keanggotaan Inggris di organisasi regional tersebut.
"Tidak ada peluang bagi Skotlandia untuk mengisi kekosongan keanggotaan Uni Eropa menyusul keluarnya Inggris," kata Mundell.
"Ada sejumlah gagasan implisit yang menganggap bahwa pelaksanaan referendum kemerdekaan ini bisa menghentikan Skotlandia keluar dari UE. Ini tidak masuk akal," tuturnya menambahkan.