Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, menyatakan bahwa dugaan serangan senjata kimia yang menewaskan 70 orang di daerah kekuasaan pemberontak di Suriah merupakan kejahatan perang.
"Kejadian menyeramkan kemarin menunjukkan bahwa kejahatan perang terjadi di Suriah dan hukum kemanusiaan internasional sangat sering dilanggar," ujar Guterres sebagaimana dikutip
Reuters, Rabu (5/4).
Guterres mengatakan, PBB akan menjalankan tanggung jawabnya terkait kejahatan semacam ini dan ia "yakin Dewan Keamanan PBB akan memenuhi tanggung jawabnya."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga kini, belum diketahui pihak mana yang menggunakan senjata kimia tersebut. Syrian Observatory for Human Rights hanya melaporkan bahwa gas yang diduga beracun itu tersebar ketika serangan udara terjadi di Khan Sheikhun.
Kementerian Pertahanan Rusia menyebut, insiden kontaminasi gas beracun ini terjadi karena serangan udara Suriah menghantam gudang teroris yang berisi zat kimia berbahaya.
Menurut Rusia, gudang senjata kimia itu digunakan para pejuang pemberontak di Irak. Kremlin menyebut, penggunaan senjata kimia "oleh teroris berulang kali berhasil dibuktikan oleh sejumlah organisasi internasional dan pemerintahan Haider al-Abadi."
Namun sebelumnya, pemerintahan Bashar al-Assad kerap dituding menggunakan gas beracun selama perang melawan pemberontak di negaranya.
Penyelidikan PBB pada Oktober lalu bahkan telah menyimpulkan bahwa angkatan udara Suriah menggunakan bom-barel klorin untuk menyerang tiga wilayah oposisi di tahun 2014 dan 2015.
Pada insiden kali ini, belum ada pihak yang berhasil mengidentifikasi kandungan di dalam gas tersebut. Sejumlah sumber medis di lapangan hanya mengatakan, para korban mengalami gejala seperti pingsan, muntah-muntah, hingga mulut berbusa.