Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala negosiator Komite Tinggi Negosiasi (HNC) dari pihak pemberontak Suriah meragukan potensi keberhasilan proses perundingan damai antara oposisi dan pemerintah Presiden Bashar al-Assad, menyusul serangan gas kimia yang diduga beracun, pada Selasa (3/4) di Khan Sheikhun, Idlib, Suriah.
"Jika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tak bisa menghentikan rezim Suriah melakukan kejahatan seperti itu, bagaimana kita bisa mencapai proses damai yang mengarah pada transisi politik di Suriah?" tutur Mohamad Sabra, Rabu (5/4).
Assad lagi-lagi dituding menggunakan senjata kimia beracun dalam perangnya melawan pemberontak. Kali ini, AS menyebut militer Suriah menggunakan gas sarin, yang masuk kategori senjata penghancur massal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga kini, setidaknya 58 orang dilaporkan tewas dalam insiden yang terjadi di salah satu daerah kekuasaan pemberontak itu. Syrian Observatory for Human Rights melaporkan bahwa kebanyakan korban tewas dan terluka adalah warga sipil. Puluhan orang lain juga dikabarkan mengidap gangguan pernapasan akibat serangan ini.
Sebelumnya, penyelidik PBB telah menyimpulkan bahwa angkatan udara Suriah menggunakan bom-barel klorin untuk menyerang tiga wilayah oposisi di tahun 2014 dan 2015.
Sabra mengatakan, rangkaian serangan ini melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB 2118 yang disahkan sebagai respons atas serangan kimia di sejumlah daerah oposisi sekitar Damaskus pada 2013. Serangan itu menewaskan sedikitnya ratusan warga sipil.
"Kejahatan ini memaksa kami untuk mengevaluasi kembali mengenai kelayakan mereka ikut serta dalam proses politik yang disponsori PBB jika organisasi tersebut juga tidak mampu menegakkan resolusi yang dikeluarkan oleh mereka sendiri," ujar Sabra.
Serangan beracun pada Selasa siang ini terjadi juga di saat Uni Eropa dan PBB sedang menggagas konferensi perdamaian Suriah di Brussels.
Sementara itu, proses pembicaraan damai antara kelompok oposisi dan pemerintah Assad yang didukung Rusia, Turki, dan Iran juga tengah berlangsung di Astana, Kazakhstan.
Pihak barat mengecam keras peristiwa tersebut. Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis bahkan telah mengajukan rancangan resolusi PBB berisi kecaman terhadap serangan beracun ini.
Duta Besar Inggris untuk PBB, Matthew Rycroft, menganggap serangan yang menewaskan puluhan warga sipil di Suriah tersebut sebagai kejahatan perang.
Dia mendesak seluruh anggota DK mendukung proposal resolusi tersebut dan mendorong anggota yang pernah memveto resolusi serupa-- seperti Rusia dan China pada 2014-2015 lalu--untuk tak menggunakan haknya dalam pemungutan suara kali ini.
"Ini jelas sebuah kejahatan perang, saya menyerukan seluruh anggota yang pernah memveto untuk membela proposal resolusi ini," tutur Rycroft, seperti dikutip
AFP.Senada dengan Rycroft, kepala Diplomatik Tertinggi Uni Eropa untuk urusan luar negeri, Federica Mogherini, mengatakan, "Rezim Assad merupakan pihak utama yang bertanggung jawab atas serangan itu."