Jakarta, CNN Indonesia -- Amerika Serikat mendesak China untuk menyetujui sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap ancaman nuklir Korea Utara, yang sebelumnya sudah mendapat persetujuan dari 15 negara anggota badan dunia tersebut.
Namun, respons Beijing terhadap sanksi tersebut masih belum diketahui.
PBB, sebelumnya, terus meningkatkan sanksi guna menanggapi lima uji coba nuklir dan dua peluncuran rudal jarak jauh yang dilakukan Korea Utara. Sanksi PBB pertama kali dikenakan pada Pyongyang pada tahun 2006.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanksi kompleks terakhir diberlakukan Dewan Keamanan PBB pada bulan September lalu, usai uji coba nuklir Pyongyang yang ke-lima. Sanksi tersebut mengurangi pendapatan ekspor tahunan Korea Utara hingga seperempatnya.
Di sisi lain, menurut laporan Korea Selatan, dikutip
Reuters, rezim Kim Jong-un menganggap angin lalu sanksi PBB dan terus meningkatkan uji coba rudalnya, dengan meluncurkan berbagai rudal balistik. Uji coba terbaru adalah peluncuran rudal balistik, Jumat (28/4) yang kembali gagal.
Peluncuran misil itu bertepatan dengan pertemuan Dewan Keamanan PBB, yang dipimpin Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson.
“Aksi kumulatif DPRK (Korea Utara) sejak uji coba nuklir terakhir, memaksa kita mempertimbangkan berbagai tindakan yang akan memberikan tekanan," kata juru bicara Misi Permanen AS untuk PBB, Selasa (2/5).
“AS bersama Dewan Keamanan PBB akan mengeksplorasi berbagai pilihan sebagai respons atas provokasi [yang dilakukan Korut].”
Sebelumnya, pada Jumat, Tillerson mendesak DK PBB untuk bertindak sebelum Korut melancarkan aksinya.
Pemerintahan Trump, di sisi lain, secara agresif terus mendesak Beijing agar bisa melakukan tekanan pada Korut. AS bahkan menyebut ‘semua pilihan sudah berada di atas meja’ jika Pyongyang terus berkeras melakukan uji coba nuklir dan pengembangan rudal antar benua.
Meskipun demikian, China menyebut ancaman militer tidak akan mendinginkan situasi dan menuding tindakan AS justru membuat suasana di Semenanjung Korea semakin genting.
Beijing juga berkeras menolak penerapan sistem pertahanan anti-rudal THAAD di Korea Selatan dan meminta hal tersebut dihentikan.
Umumnya, Beijing dan Washington akan bernegosiasi sebelum pertemuan DK PBB untuk penetapan sanksi terhadap Korut. Diplomat PBB menyebut, pembicaraan saat ini masih berada di antara keduanya.
Paling tidak, AS dapat mendorong China untuk menyetujui resolusi yang mengecam peluncuran rudal Korea Utara dan memasukkan lebih banyak orang dan entitas yang terkait dengan program rudal balistik negara tersebut, dalam daftar hitam.
Hal serupa dilakukan DK PBB pada tahun 2013, sebagai tanggapan atas peluncuran rudal balistik jarak jauh pertama Korea Utara setahun sebelumnya. Pyongyang mengatakan bahwa roket tersebut bertujuan menempatkan satelit cuaca ke orbitnya.